Kebijakan pemerintah
KEBIJAKAN EKONOMI MAKRO
Bentuk-bentuk kebijakan ekonomi yang akan
dilakukan oleh negara sangat tergantung pada tujuan-tujuan yang ingin
dicapainya.
1. Tujuan-tujuan Kebijakan Ekonomi Makro
Setiap kebijakan ekonomi bertujuan untuk
mengatasi masalah-masalah ekonomi yang dihadapi.
Tujuan-tujuan kebijakan ekonomi makro dapat
dibedakan kepada empat aspek berikut:
- menstabilkan
kegiatan ekonomi / price level stability.
- mencapai
tingkat penggunaan tenaga kerja penuh tanpa inflasi / high employment
level. Beberapa hal yang perlu dijelaskan berkaitan dengan kesempatan
kerja adalah peran pemerintah dalam perluasan kesempatan kerja, pendekatan
demand dan supply of labor dalam perluasan kesempatan kerja, pemberdayaan
masyarakat desa dalam upaya perluasan kesempatan kerja, human capital
sebagai upaya efektif perluasan kerja, keuangan negara dan kesempatan
kerja, kebijakan ketenagakerjaan, serikat kerja, hubungan industrial,
sistem ekonomi dan kesempatan kerja.
- menciptakan
pertumbuhan ekonomi yang teguh / long-term economic growth. Pertumbuhan
ekonomi yang ideal adalah :
- berlangsung
terus menerus,
- disertai
dengan terciptanya lapangan kerja,
- tidak
merusak lingkungan,
- lebih
tinggi daripada laju pertumbuhan penduduk,
- disertai
dengan distribusi pendapatan yang adil,
- kontribusi
sektoral yang merata,
- tidak
meninggalkan sektor pertanian,
- kenaikannya
riil,
- penyumbang
terbesar PDB adalah warga domestik, bukan asing.
- Kestabilan
nilai tukar / exchange rate stability. Nilai tukar merupakan nilai uang
secara eksternal, yang tinggi rendahnya berdampak pada berbagai aspek
ekonomi dan sosial lainnya, misalnya :
- impor
dan ekspor,
- APBN
dan APBD,
- kesehatan
dan pendidikan,
- transportasi,
- industri
dalam negeri,
- politik
- daya
beli masyarakat,
- dunia
perbankan,
- sektor
pertanian, kelautan, peternakan, sektor properti , dan sebagainya.
2. Teori Pertumbuhan Ekonomi Makro
Masalah dan cakupan dalam pembahasan ekonomi makro
dapat digolongkan atas empat kelompok besar, yaitu pertumbuhan ekonomi
(growth), inflasi (inflation), pengangguran (unemployment) dan necara
pembayaran (balance of payment). Untuk menangani persoalan-persoalan ekonomi makro
tersebut, misal ingin meningkatkan atau mengejar pertumbuhan ekonomi pada suatu
tingkat tertentu, secara teoritis dapat didekati dengan dua cara, yaitu :
1. Demand management. Pendekatan ini dilakukan pada upaya
pengendalian ekonomi makro yang bertumpu pada pengelolaan permintaan agregat
atau aggregate demand (AD), artinya demand management adalah kebijakan
pengendalian makroekonomi yang utama. Ada dua kebijakan pokok dengan pendekatan
ini yaitu kebijakan fiskal dan kebijakan
moneter . Kebijakan fiskal biasanya eksekusinya lambat, karena untuk
mengimplementasikannya harus melalui prosedur yang cukup panjang, misalnya
perlu pembahasan (public hearing) dengan DPR. Namun dari segi efektivitas,
kebijakan ini lebih ampuh. Di sisi lain, kebijakan moneter dapat dieksekusi
secara cepat karena kebijakan ini dimiliki oleh otoritas moneter (dalam hal ini
Bank Indonesia). Namun, seringkali pengaruh kebijakan tersebut lambat dan tidak
selalu seperti yang diharapkan dan biasanya sifatnya untuk mengatasi masalah
dalam jangka pendek atau sesaat saja.
2. Supply Management. Upaya pengendalian makro ekonomi dengan pendekatan
ini masih sulit dilakukan, karena menyangkut teknologi yang sifatnya jangka
panjang. Apa yang terjadi dengan harga dan output (GNP) hanya mengikuti apa
yang terjadi dengan permintaan agregat. Sehingga kebijakan-kebijakan makro
harus diarahkan bagaimana mempengaruhi permintaan agregat agar pada tingkat
yang sesuai dengan yang diinginkan. Menurut dasar logika ini, penawaran agregat
(aggregat supply) dianggap seolah-olah sebagai sesuatu yang (paling tidak dalam
jangka pendek) tidak dapat dipengaruhi secara langsung, tetapi hanya secara
tidak langsung lewat permintaan agregat.
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa pemikiran makro ekonomi
Keynes dengan demand managemant masih mendominasi dalam memecahkan
persoalan-persoalan ekonomi makro.
3. Bentuk-bentuk Kebijakan Ekonomi Makro.
Kebijakan dari segi/aspek permintaan / pengeluaran, meliputi:
1.
Kebijakan Fiskal (Fiscal
Policy)
- Kebijakan
pemerintah yang dilakukan dengan cara mengubah penerimaan dan pengeluaran
negara.
- Atau
kebijakan pemerintah yang membuat perubahan dalam bidang per-pajakan (T)
dan pengeluaran pemerintah (G) dengan
- Suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi
perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan
pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk
mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih mekankan pada
pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah.
- Tujuannya
untuk mempengaruhi pengeluaran /permintaan agregat dalam perekonomian
Kebijakan ini diambil untuk menstabilkan ekonomi, memperluas kesempatan
kerja, mempertinggi pertumbuhan ekonomi, dan keadilan dalam pemerataan
pendapatan. Caranya dengan : menambah atau mengurangi pajak dan subsidi.
Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan
dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak
jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi.
Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri
akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan
menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.
Kebijakan Anggaran / Politik Anggaran :
a. Anggaran Defisit (Defisit Budget) /
Kebijakan Fiskal Ekspansif
Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah
untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi
stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika keaadaan ekonomi
sedang resesif.
b. Anggaran Surplus (Surplus Budget) /
Kebijakan Fiskal Kontraktif
Anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah
untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik
anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi
yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.
c. Anggaran Berimbang (Balanced Budget)
Anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah
menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran
berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin.
Menurut pandangan Keynes, kebijakan fiskal
(Fiscal Policy) adalah sangat penting untuk mengatasi pengangguran. Prosesnya
adalah;
- Pengurangan
pajak penghasilan → akan menambah daya beli masyarakat dan akan
meningkatkan pengeluaran agregat.
- Peningkatan
pengeluaran agregat dengan cara menaikkan pengeluaran pemerintah untuk
pembelian barang dan jasa maupun untuk menambah investasi.
- Selanjutnya
dalam masa inflasi atau ketika kegiatan ekonomi telah full employment,
langkah sebaliknya harus dilakukan yaitu ; pajak dinaikkan dan pengeluaran
pemerintah akan dikurangi.
- Langkah
ini akan menurunkan pengeluaran/permintaan agregat dan mengurangi tekanan
Inflasi.
Secara garis besar jenis pajak yang dipungut
pemerintah dapat digolongkan sebagai berikut :
- Pajak
langsung : yaitu pajak/jenis pungutan pemerintah yg.secara langsung
dikumpulkan dari wajib pajak, misal ; PPh.
- pajak
tidak langsung : yaitu pajak yg.beban pemungutannya dapat
dipindah-tangankan kepada pihak lain, misal ; PPn, & PPn BM Pajak
impor dsb.
Demikian pula perubahan-perubahan sebaliknya.
Pemerintah seringkali menghadapi masalah defisit anggaran. Ada beberapa sumber
pembiayaan defisit anggaran :
1. Pajak.
2. Mencetak Uang Baru.
3. Pinjaman Masyarakat Dalam Negeri.
4. Pinjaman Masyarakat Luar Negeri.
Secara umum risiko diklasifikasikan menjadi
empat risiko yaitu risiko keuangan, risiko pasar, risiko hukum, dan risiko
operasional. Pengelolaan risiko fiskal dilakukan dengan tujuan untuk
transparansi dan menjaga kesinambungan APBN, sehingga diperlukan adanya unit
khusus dalam mengelola dan memitigasi risiko fiskal.
Secara garis besar ada empat risiko fiskal
dalam Nota Keuangan dan APBN 2012. Pertama, Analisis Sensitivitas yang
menggambarkan pengaruh langsung indikator-indikator ekonomi makro terhadap
APBN. Kedua, Risiko Utang Pemerintah yang terdiri dari Interst Rate Risk,
Exchange Rate Risk, dan Refinancing Risk. Ketiga, Kewajiban Kontijensi
Pemerintah Pusat dan keempat, Desentralisasi Fiskal.
Apa Itu Risiko Fiskal?
Ada beberapa definisi risiko fiskal dari
berbagai sumber.
· Cebotari, Aliona, dkk (2008) mendefinisikan
risiko fiskal sebagai “the
possibility of deviations in fiscal variables from what was expected at the
time of the budget or other forecast”. Risiko fiskal adalah kemungkinan penyimpangan dalam
variabel-variabel fiskal dari apa yang diharapkan pada saat penyusunan anggaran
maupun perkiraan lainnya. Sumber risiko fiskal terutama berasal dari guncangan
ekonomi makro dan realisasi kewajiban kontinjensi.
· Brixi, Hanna Polackova dan Allen Schick
(2002) mendefinisikan risiko fiskal sebagai “a source of financial stress that could face a government in the
future”. Risiko fiskal
adalah sumber tekanan finansial yang mungkin dihadapi oleh pemerintah di masa
depan. Risiko fiskal terutama terjadi karena terjadinya peristiwa yang tidak
tentu. Risiko fiskal sering dihubungkan dengan kewajiban kontinjensi
pemerintah.
· Schick, Allen memberikan alternatif definisi
risiko fiskal sebagai “the
contingency of future revenues or expenditures on uncertain future events”.
· dalam subbab Risiko Fiskal dalam Nota
Keuangan dan APBN Tahun 2012, risiko fiskal didefinisikan sebagai potensi
tambahan defisit APBN yang disebabkan oleh sesuatu di luar kendali Pemerintah.
Risiko fiskal disebabkan oleh beberapa hal, antara lain realisasi ekonomi makro
yang berbeda dengan asumsi yang digunakan dalam menyusun APBN, syarat dan
ketentuan dalam utang Pemerintah Pusat, realisasi kewajiban kontinjensi
Pemerintah, dan konsekuensi kebijakan desentralisasi fiskal.
2.
Kebijakan Moneter (Monetary
Policy)
- Kebijakan
yang diambil oleh Bank Sentral untuk MENAMBAH atau MENGURANGI jumlah uang
yang beredar di masyarakat. Pengaturan jumlah uang yang beredar pada
masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang
beredar.
- suatu
usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai
dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam
perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan
inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan.
Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi
dua, yaitu:
a. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary
Expansive Policy. Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang
beredar.
b. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary
Contractive Policy Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang
yang beredar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy).
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan
menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :
a. Operasi Pasar Terbuka (Open Market
Operation). Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar
dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities).
Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga
pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka
pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat
berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari
Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar
Uang.
b. Fasilitas Diskonto (Discount Rate).
Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah uang yang beredar dengan memainkan
tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami
kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah
uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta
sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
c. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement
Ratio). Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan
memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah.
Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk
menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio cadangan wajib.
d. Himbauan Moral (Moral Persuasion).Himbauan
moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan
memberi himbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan
pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi
jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank
sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
TOLAK
UKUR STABILITAS MONETER
Setiap kebijakan yang dilakukan oleh
pemerintah harus memiliki target dan ukuran keberhasilan. Hal ini penting,
untuk mengukur atau sebagai acuan, apakah kebijakan tersebut berhasil atau
tidak. Dalam perekonomian beberapa indikator yang biasanya digunakan untuk
menilai kebijakan moneter adalah :
1. Jumlah Uang Beredar (JUB)
Dari kelima indikator tersebut, hanya JUB
yang tidak dapat dimonitor dan dirasakan lansung oleh masyarakat, sementara itu
indikator nomor 2 sampai dengan 5, relatif dapat dilihat dan dirasakan langsung
oleh masyarakat. Dengan alasan ini, berikut ini akan dijelaskan secara ringkas
dari keempat indikator tersebut
2. Laju inflasi yang cukup rendah terkendali
Bagi dunia perbankan laju inflasi yang tinggi
akan menimbukan kesulitan bagi Bank untuk mengerahkan dana masyarakat, karena
dengan inflasi yang tinggi tersebut, tingkat bunga riil (bunga nominal-inflasi)
akan menurun, sehingga mengurangi keinginan masyarakat untuk menyimpan
kekayaannya dalam produk-produk perbankan. Dampak selanjutnya adalah, bunga
riil yang menurun bila dibandingkan tingkat bunga riil di luar negeri akan
memicu larinya dana masyarakat ke luar negeri, karena dirasakan masyarakat
lebih menguntungkan menyimpan dananya di luar negeri.
3. Suku bunga pada tingkat yang wajar
Selain yang telah sering dijelaskan
sebelumnya, bahwa dari sisi masyarakat tingginya suku bunga memang akan
menambah keinginan masyarakat untuk menyimpan dananya di bank, namun di sisi
lain, tingginya suku bunga tersebut akan mengurangi niat dunia usaha untuk
mengambil kredit bagi pengembangan usahanya. Akibatnya dana yang sudah
terlanjur masuk ke perbankan dengan adanya bunga tinggi tersebut, tidak dapat
tersalurkan dan menimbulkan permasalahan baru bagi perbankan, yakni, Kemana
dana masyarakat tersebut akan disalurkan ? Apabila masalah ini tidak segera
mendapat jalan keluar, maka perbankan terancam akan menghadapi masalah
likuiditas dan tentu saja masalah penghasilan dari bunga yang seharusnya
diperoleh.
4. Nilai tukar rupiah yang realistis, dan
Nilai tukar yang stabil tentu akan lebih
memberi iklim kepastian bagi semua pelaku usaha, termasuk sektor perbankan,
dunia usaha dan masyarakat. Nilai tukar rupiah yang rendah saat ini dapat
dijadikan saat yang baik dunia usaha yang berorientasi ekspor, dan ini dapat
memicu peningkatan permintaan kredit dari dunia usaha untuk melanjutkan dan
meningkatkan produk ekspornya.
5. Ekspektasi/harapan masyarakat terhadap
moneter
Meskipun lebih sulit untuk diukur, namun ekspektasi
masyarakat mulai mendapat perhatian besar dalam rangka pelaksanaan kebijakan
moneter di Indonesia. Ekspektasi umumnya melalui ekspektasi masyarakat terhadap
tingkat inflasi dan ekspektasi terhadap nilai tukar. Ekspektasi masyarakat yang
berlebihan terhadap besaran inflasi akan mendorong semakin tingginya
harga-harga, sehingga akan mengurangi tingkat konsumsi dan daya saing produk
dalam negeri yang akan diekspor. Sementara itu, ekspektasi masyarakat yang
negatif terhadap nilai tukar akan berdampak pada menurunnya kepercayaan
masyarakat pada mata uang rupiah, sehingga dapat memicu mengalirnya dana
masyarakat keluar negeri.
STRATEGI
KEBIJAKAN MONETER
Untuk mendapatkan indikator moneter seperti
disyaratkan di atas, pemerintah (otoritas moneter), memerlukan strategi yang
tepat dan sesuai dengan kondisi di Indonesia. Secara umum, strategi moneter
yang dapat dipilih antara lain adalah :
1. Stategi Kebijakan moneter longgar (Easy
Monetary Policy) atau Strategi kebijakan moneter ketat (Tight Monetary Policy)
Kebijakan moneter longgar akan ditempuh untuk
menggiatkan kembali perekonomian yang sedang lesu, dengan cara mempermudah dan
menambah jumlah uang beredar, agar permintaan konsumsi naik.
2. Countercyclical Monetary Policy atau
Accomodative Monetary Policy Countercyclical Monetary Policy
Untuk memperlunak konjungtur/naik turunnya
perekonomian, pemerintah perlu secara aktif malakukan intervensi di pasar uang,
yakni dengan melakukan ekspansi moneter disaat perekonomian menghadapi masa
resesi dan melakukan konstraksi moneter saat perekonomian mengalami boom/laju
yang terlalu cepat. Penjelasan ini dapat dilihat pada gambar berikut
3. Accomodatice Monetery Policy
Pendapat kedua mengatakan, bahwa sebaiknya
pemerintah menghindari intervensi untuk memperlunak konjungtur perekonomian
yang terjadi, dan membiarkannya terjadi secara alami. Pendapat ini didasarkan
pada pemikiran:
- Ekspektasi
masyarakat dapat mengalahkan dampak dari variabel-variabel moneter
lainnya. Dengan kata lain, masyarakat telah mengantisipasi setiap
kebijakan yang akan diterapkan oleh masyarakat.
- Kebijakan
pemerintah tidak dapat memberi dampak secara langsung dan segera. Sebagai
contoh; kebijakan moneter longgar yang ekspansif yang diterapkan saat
ekonomi lesu/resesi, tidak akan segera kelihatan dampaknya saat itu juga,
namun butuh waktu dan itu dapat terjadi justru ketika perekonomian telah
mencapai tahap boom.
EFEKTIFITAS
KEBIJAKAN MONETER
Yang dimaksud dengan efektifitas kebijakan
moneter adalah, sejauh mana kebijakan moneter yang ditempuh pemerintah memberi
dampak positif bagi perekonomian dan masyarakat, dalam arti :
a. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi
b. dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat
c. dapat meningkatkan kesempatan kerja
d. dapat meningkatkan penerimaan devisa
negara
e. serta memberi pengaruh pada kebijakan
makro lainnya
Teori yang membicarakan mengenai efektifitas
kebijakan moneter ini diantaranya adalah :
a. Teori Natural Rate Hypothesis, yang
percaya bahwa kebijakan hanya akan efektif dan memberi dampak dalam jangka
pendek saja, namun tidak akan efektif untuk jangka panjang .
b. Teori Rational Expectation Hypothesis,
yang percaya bahwa baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, kebijakan
moneter tidak akan efektif untuk memberi pemahaman yang lebih baik mengenai
kedua teori tersebut .
MASALAH
DAN KESULITAN PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER DI NEGARA BERKEMBANG
Pemerintah (dalam hal ini Bank Sentral) harus
menggunakan kebijakan moneter untuk mempengaruhi pengeluaran swasta dan
masyarakat ke arah yang dinginkan dalam kegiatan ekonomi dan pembangunan secara
keseluruhan. Pada waktu resesi dan tingkat pengangguran tinggi, pemerintah
harus berusaha meningkatkan seluruh pengeluaran masyarakat antara lain dengan
cara meningkatkan penawaran uang dalam masyarakat. Turunnya suku tingkat bunga
menimbulkan gairah investasi yang pada akhirnya meningkatkan permintaan
agregat, dan akhirnya menurunkan tingkat harga dan menaikkan output nasional.
Kebijakan moneter yang dapat dilakukan untuk mecapai tujuan ini adalah
mengurangi tingkat cadangan minimum, menurunkan tingkat bunga dan membeli
surat-surat berharga dari masyarakat. Pada masa inflasi dan ekonomi yang
memanas, kebijakan moneter dilakukan haruslah berjalan ke arah yang sebaliknya.
Dengan demikian, salah satu tugas dari
kebijakan moneter adalah menyediakan pertambahan penawaran uang yang cukup
sehingga usaha-usaha pembangunan dapat berjalan lancar. Pada masa terjadi
kelebihan permintaan dan inflasi, penawaran uang dalam masyarakat harus
dikurangi. Di negara-negara berkembang kebijakan ini harus mencakup juga
kebijakan untuk mempengaruhi penawaran uang tunai dalam masyarakat, yaitu
dengan berusaha menarik uang tersebut dari tangan masyarakat, sehingga akan
menurunkan tingkat pengeluarannya. Cara yang dapat ditempuh dengan menarik uang
tersebut ke dalam sistem perbankan, misalnya dengan cara memberikan bunga yang
tinggi kepada nasabah deposto berjangka.
3.
Kebijakan Segi Penawaran
Merupakan kebijakan pendapatan (incomes
policy), yaitu langkah pemerintah yang bertujuan mengendalikan tuntutan
kenaikan pendapatan kerja. Tujuan ini dilaksanakan dengan berusaha mencegah
kenaikan pendapatan yang berlebihan. Pemerintah akan melarang tuntutan kenaikan
upah yang melebihi kenaikan produktivitas pekerja. Kebijakan seperti itu akan
menghindari kenaikan biaya produksi yang berlebihan.
Kebijakan segi penawaran lebih menekankan
kepada:
a. meningkatkan kegairahan tenaga kerja untuk
bekerja
b. meningkatkan usaha para pengusaha untuk
mempertinggi efisiensi kegiatan produksinya.
kebijakan
fiskal dan moneter dalam perekonomian terbuka
ð
perekonomian
berusaha mencapai tingkat kegiatan ekonomi yang tinggi(bila memungkinkan
mencapai penggunaan tenaga kerja penuh) tanpa inflasi-> neraca pembayaran
yang menguntungkan .
Langkah pemerintah :
- kebijakan
menekan pengeluaran (expenditure dampening policy) dan
- kebijakan
memindah pengeluaran (expenditure switching policy)
- kebijakan
menekan pengeluaran
ü
langkah
pemerintah untuk menstabilkan neraca pembayaran yang sedang dalam keadaan
defisit dengan melakukan tindakan yang akan mengurangi pengeluaran agregat
ü
impor
turun tanpa mengurangi ekspor
ü
dilakukan
pada saat perekonomian mengalami masalah inflasi dan tingkat kegiatan ekonomi
yang terlalu tinggi
ü
menaikkan
pajak pendapatan
ü
menaikkan
tingkat bunga
ü
mengurangi
pengeluaran pemerintah
- kebijakan
memindah pengeluaran
ü
langkah
pemerintah untuk menstabilkan sektor luar negeri yang sifatnya mendorong
masyarakat mengurangi impor,melakukan konsumsi lebih banyak atas barang dalam
negeri dan melakukan ekspor
ü
dilakukan
pada saat perekonomian mengalami masalah defisit neraca pembayaran dan pada
waktu yang sama menghadapi masalah pengangguran yang tinggi
ü
memindahkan
pengeluaran secara paksa
§
mempertinggi
pajak impor
§
menentukan
kuota atas barang tertentu
§
mengawasi
penggunaan atas valuta asing
ü
memindahkan
pengeluaran dengan membuat perangang untuk mengekspor(insentif untuk
mengekspor)
§
menciptakan
perangsang untuk mengekspor
§
melakukan
devaluasi(penurunan nilai mata uang)->dilakukan sebagai langkah terakhir,
karena efek buruk ke konsumen(harga barang impor naik) dan merugikan pihak yang
berhutang ke luar negeri .
tujuan meninggikan tingkat devaluasi : kegiatan ekspor bertambah pelarian
modal ke luar negeri .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar