Sabtu, 19 Mei 2012

Kebijakan Pemerintah


Kebijakan pemerintah


KEBIJAKAN EKONOMI MAKRO

Bentuk-bentuk kebijakan ekonomi yang akan dilakukan oleh negara sangat tergantung pada tujuan-tujuan yang ingin dicapainya.

1. Tujuan-tujuan Kebijakan Ekonomi Makro
Setiap kebijakan ekonomi bertujuan untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi yang dihadapi.

Tujuan-tujuan kebijakan ekonomi makro dapat dibedakan kepada empat aspek berikut:

  1. menstabilkan kegiatan ekonomi / price level stability.
  2. mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh tanpa inflasi / high employment level. Beberapa hal yang perlu dijelaskan berkaitan dengan kesempatan kerja adalah peran pemerintah dalam perluasan kesempatan kerja, pendekatan demand dan supply of labor dalam perluasan kesempatan kerja, pemberdayaan masyarakat desa dalam upaya perluasan kesempatan kerja, human capital sebagai upaya efektif perluasan kerja, keuangan negara dan kesempatan kerja, kebijakan ketenagakerjaan, serikat kerja, hubungan industrial, sistem ekonomi dan kesempatan kerja.
  3. menciptakan pertumbuhan ekonomi yang teguh / long-term economic growth. Pertumbuhan ekonomi yang ideal adalah :

  • berlangsung terus menerus,
  • disertai dengan terciptanya lapangan kerja,
  • tidak merusak lingkungan,
  • lebih tinggi daripada laju pertumbuhan penduduk,
  • disertai dengan distribusi pendapatan yang adil,
  • kontribusi sektoral yang merata,
  • tidak meninggalkan sektor pertanian,
  • kenaikannya riil,
  • penyumbang terbesar PDB adalah warga domestik, bukan asing.

  1. Kestabilan nilai tukar / exchange rate stability. Nilai tukar merupakan nilai uang secara eksternal, yang tinggi rendahnya berdampak pada berbagai aspek ekonomi dan sosial lainnya, misalnya :

  • impor dan ekspor,
  • APBN dan APBD,
  • kesehatan dan pendidikan,
  • transportasi,
  • industri dalam negeri,
  • politik
  • daya beli masyarakat,
  • dunia perbankan,
  • sektor pertanian, kelautan, peternakan, sektor properti , dan sebagainya.



2. Teori Pertumbuhan Ekonomi Makro

Masalah dan cakupan dalam pembahasan ekonomi makro dapat digolongkan atas empat kelompok besar, yaitu pertumbuhan ekonomi (growth), inflasi (inflation), pengangguran (unemployment) dan necara pembayaran (balance of payment). Untuk menangani persoalan-persoalan ekonomi makro tersebut, misal ingin meningkatkan atau mengejar pertumbuhan ekonomi pada suatu tingkat tertentu, secara teoritis dapat didekati dengan dua cara, yaitu :

1. Demand management. Pendekatan ini dilakukan pada upaya pengendalian ekonomi makro yang bertumpu pada pengelolaan permintaan agregat atau aggregate demand (AD), artinya demand management adalah kebijakan pengendalian makroekonomi yang utama. Ada dua kebijakan pokok dengan pendekatan ini yaitu kebijakan fiskal  dan kebijakan moneter . Kebijakan fiskal biasanya eksekusinya lambat, karena untuk mengimplementasikannya harus melalui prosedur yang cukup panjang, misalnya perlu pembahasan (public hearing) dengan DPR. Namun dari segi efektivitas, kebijakan ini lebih ampuh. Di sisi lain, kebijakan moneter dapat dieksekusi secara cepat karena kebijakan ini dimiliki oleh otoritas moneter (dalam hal ini Bank Indonesia). Namun, seringkali pengaruh kebijakan tersebut lambat dan tidak selalu seperti yang diharapkan dan biasanya sifatnya untuk mengatasi masalah dalam jangka pendek atau sesaat saja.

2. Supply Management. Upaya pengendalian makro ekonomi dengan pendekatan ini masih sulit dilakukan, karena menyangkut teknologi yang sifatnya jangka panjang. Apa yang terjadi dengan harga dan output (GNP) hanya mengikuti apa yang terjadi dengan permintaan agregat. Sehingga kebijakan-kebijakan makro harus diarahkan bagaimana mempengaruhi permintaan agregat agar pada tingkat yang sesuai dengan yang diinginkan. Menurut dasar logika ini, penawaran agregat (aggregat supply) dianggap seolah-olah sebagai sesuatu yang (paling tidak dalam jangka pendek) tidak dapat dipengaruhi secara langsung, tetapi hanya secara tidak langsung lewat permintaan agregat.

Dari uraian di atas menunjukkan bahwa pemikiran makro ekonomi Keynes dengan demand managemant masih mendominasi dalam memecahkan persoalan-persoalan ekonomi makro.

3. Bentuk-bentuk Kebijakan Ekonomi Makro. Kebijakan dari segi/aspek permintaan / pengeluaran, meliputi:

1. Kebijakan Fiskal (Fiscal Policy)

  • Kebijakan pemerintah yang dilakukan dengan cara mengubah penerimaan dan pengeluaran negara.
  • Atau kebijakan pemerintah yang membuat perubahan dalam bidang per-pajakan (T) dan pengeluaran pemerintah (G) dengan
  • Suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah.
  • Tujuannya untuk mempengaruhi pengeluaran /permintaan agregat dalam perekonomian Kebijakan ini diambil untuk menstabilkan ekonomi, memperluas kesempatan kerja, mempertinggi pertumbuhan ekonomi, dan keadilan dalam pemerataan pendapatan. Caranya dengan : menambah atau mengurangi pajak dan subsidi.

Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.

Kebijakan Anggaran / Politik Anggaran :
a. Anggaran Defisit (Defisit Budget) / Kebijakan Fiskal Ekspansif
Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika keaadaan ekonomi sedang resesif.

b. Anggaran Surplus (Surplus Budget) / Kebijakan Fiskal Kontraktif
Anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.

c. Anggaran Berimbang (Balanced Budget)
Anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin.

Menurut pandangan Keynes, kebijakan fiskal (Fiscal Policy) adalah sangat penting untuk mengatasi pengangguran. Prosesnya adalah;
  1. Pengurangan pajak penghasilan → akan menambah daya beli masyarakat dan akan meningkatkan pengeluaran agregat.
  2. Peningkatan pengeluaran agregat dengan cara menaikkan pengeluaran pemerintah untuk pembelian barang dan jasa maupun untuk menambah investasi.
  3. Selanjutnya dalam masa inflasi atau ketika kegiatan ekonomi telah full employment, langkah sebaliknya harus dilakukan yaitu ; pajak dinaikkan dan pengeluaran pemerintah akan dikurangi.
  4. Langkah ini akan menurunkan pengeluaran/permintaan agregat dan mengurangi tekanan Inflasi.

Secara garis besar jenis pajak yang dipungut pemerintah dapat digolongkan sebagai berikut :
  1. Pajak langsung : yaitu pajak/jenis pungutan pemerintah yg.secara langsung dikumpulkan dari wajib pajak, misal ; PPh.
  2. pajak tidak langsung : yaitu pajak yg.beban pemungutannya dapat dipindah-tangankan kepada pihak lain, misal ; PPn, & PPn BM Pajak impor dsb.

Demikian pula perubahan-perubahan sebaliknya. Pemerintah seringkali menghadapi masalah defisit anggaran. Ada beberapa sumber pembiayaan defisit anggaran :
1. Pajak.
2. Mencetak Uang Baru.
3. Pinjaman Masyarakat Dalam Negeri.
4. Pinjaman Masyarakat Luar Negeri.

Secara umum risiko diklasifikasikan menjadi empat risiko yaitu risiko keuangan, risiko pasar, risiko hukum, dan risiko operasional. Pengelolaan risiko fiskal dilakukan dengan tujuan untuk transparansi dan menjaga kesinambungan APBN, sehingga diperlukan adanya unit khusus dalam mengelola dan memitigasi risiko fiskal.
Secara garis besar ada empat risiko fiskal dalam Nota Keuangan dan APBN 2012. Pertama, Analisis Sensitivitas yang menggambarkan pengaruh langsung indikator-indikator ekonomi makro terhadap APBN. Kedua, Risiko Utang Pemerintah yang terdiri dari Interst Rate Risk, Exchange Rate Risk, dan Refinancing Risk. Ketiga, Kewajiban Kontijensi Pemerintah Pusat dan keempat, Desentralisasi Fiskal.

Apa Itu Risiko Fiskal?

Ada beberapa definisi risiko fiskal dari berbagai sumber.
·      Cebotari, Aliona, dkk (2008) mendefinisikan risiko fiskal sebagai the possibility of deviations in fiscal variables from what was expected at the time of the budget or other forecast. Risiko fiskal adalah kemungkinan penyimpangan dalam variabel-variabel fiskal dari apa yang diharapkan pada saat penyusunan anggaran maupun perkiraan lainnya. Sumber risiko fiskal terutama berasal dari guncangan ekonomi makro dan realisasi kewajiban kontinjensi.

·      Brixi, Hanna Polackova dan Allen Schick (2002) mendefinisikan risiko fiskal sebagai a source of financial stress that could face a government in the future. Risiko fiskal adalah sumber tekanan finansial yang mungkin dihadapi oleh pemerintah di masa depan. Risiko fiskal terutama terjadi karena terjadinya peristiwa yang tidak tentu. Risiko fiskal sering dihubungkan dengan kewajiban kontinjensi pemerintah.

·      Schick, Allen memberikan alternatif definisi risiko fiskal sebagai the contingency of future revenues or expenditures on uncertain future events.

·      dalam subbab Risiko Fiskal dalam Nota Keuangan dan APBN Tahun 2012, risiko fiskal didefinisikan sebagai potensi tambahan defisit APBN yang disebabkan oleh sesuatu di luar kendali Pemerintah. Risiko fiskal disebabkan oleh beberapa hal, antara lain realisasi ekonomi makro yang berbeda dengan asumsi yang digunakan dalam menyusun APBN, syarat dan ketentuan dalam utang Pemerintah Pusat, realisasi kewajiban kontinjensi Pemerintah, dan konsekuensi kebijakan desentralisasi fiskal.

2. Kebijakan Moneter (Monetary Policy)
  • Kebijakan yang diambil oleh Bank Sentral untuk MENAMBAH atau MENGURANGI jumlah uang yang beredar di masyarakat. Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar.
  • suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan.
Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:

a. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy. Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar.
b. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy).

Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :

a. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation). Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.

b. Fasilitas Diskonto (Discount Rate). Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah uang yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.

c. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio). Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio cadangan wajib.

d. Himbauan Moral (Moral Persuasion).Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi himbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.


  TOLAK UKUR STABILITAS MONETER

Setiap kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah harus memiliki target dan ukuran keberhasilan. Hal ini penting, untuk mengukur atau sebagai acuan, apakah kebijakan tersebut berhasil atau tidak. Dalam perekonomian beberapa indikator yang biasanya digunakan untuk menilai kebijakan moneter adalah :

1. Jumlah Uang Beredar (JUB)
Dari kelima indikator tersebut, hanya JUB yang tidak dapat dimonitor dan dirasakan lansung oleh masyarakat, sementara itu indikator nomor 2 sampai dengan 5, relatif dapat dilihat dan dirasakan langsung oleh masyarakat. Dengan alasan ini, berikut ini akan dijelaskan secara ringkas dari keempat indikator tersebut

2. Laju inflasi yang cukup rendah terkendali
Bagi dunia perbankan laju inflasi yang tinggi akan menimbukan kesulitan bagi Bank untuk mengerahkan dana masyarakat, karena dengan inflasi yang tinggi tersebut, tingkat bunga riil (bunga nominal-inflasi) akan menurun, sehingga mengurangi keinginan masyarakat untuk menyimpan kekayaannya dalam produk-produk perbankan. Dampak selanjutnya adalah, bunga riil yang menurun bila dibandingkan tingkat bunga riil di luar negeri akan memicu larinya dana masyarakat ke luar negeri, karena dirasakan masyarakat lebih menguntungkan menyimpan dananya di luar negeri.

3. Suku bunga pada tingkat yang wajar
Selain yang telah sering dijelaskan sebelumnya, bahwa dari sisi masyarakat tingginya suku bunga memang akan menambah keinginan masyarakat untuk menyimpan dananya di bank, namun di sisi lain, tingginya suku bunga tersebut akan mengurangi niat dunia usaha untuk mengambil kredit bagi pengembangan usahanya. Akibatnya dana yang sudah terlanjur masuk ke perbankan dengan adanya bunga tinggi tersebut, tidak dapat tersalurkan dan menimbulkan permasalahan baru bagi perbankan, yakni, Kemana dana masyarakat tersebut akan disalurkan ? Apabila masalah ini tidak segera mendapat jalan keluar, maka perbankan terancam akan menghadapi masalah likuiditas dan tentu saja masalah penghasilan dari bunga yang seharusnya diperoleh.

4. Nilai tukar rupiah yang realistis, dan
Nilai tukar yang stabil tentu akan lebih memberi iklim kepastian bagi semua pelaku usaha, termasuk sektor perbankan, dunia usaha dan masyarakat. Nilai tukar rupiah yang rendah saat ini dapat dijadikan saat yang baik dunia usaha yang berorientasi ekspor, dan ini dapat memicu peningkatan permintaan kredit dari dunia usaha untuk melanjutkan dan meningkatkan produk ekspornya.

5. Ekspektasi/harapan masyarakat terhadap moneter
Meskipun lebih sulit untuk diukur, namun ekspektasi masyarakat mulai mendapat perhatian besar dalam rangka pelaksanaan kebijakan moneter di Indonesia. Ekspektasi umumnya melalui ekspektasi masyarakat terhadap tingkat inflasi dan ekspektasi terhadap nilai tukar. Ekspektasi masyarakat yang berlebihan terhadap besaran inflasi akan mendorong semakin tingginya harga-harga, sehingga akan mengurangi tingkat konsumsi dan daya saing produk dalam negeri yang akan diekspor. Sementara itu, ekspektasi masyarakat yang negatif terhadap nilai tukar akan berdampak pada menurunnya kepercayaan masyarakat pada mata uang rupiah, sehingga dapat memicu mengalirnya dana masyarakat keluar negeri.

  STRATEGI KEBIJAKAN MONETER
Untuk mendapatkan indikator moneter seperti disyaratkan di atas, pemerintah (otoritas moneter), memerlukan strategi yang tepat dan sesuai dengan kondisi di Indonesia. Secara umum, strategi moneter yang dapat dipilih antara lain adalah :

1. Stategi Kebijakan moneter longgar (Easy Monetary Policy) atau Strategi kebijakan moneter ketat (Tight Monetary Policy)
Kebijakan moneter longgar akan ditempuh untuk menggiatkan kembali perekonomian yang sedang lesu, dengan cara mempermudah dan menambah jumlah uang beredar, agar permintaan konsumsi naik.

2. Countercyclical Monetary Policy atau Accomodative Monetary Policy Countercyclical Monetary Policy
Untuk memperlunak konjungtur/naik turunnya perekonomian, pemerintah perlu secara aktif malakukan intervensi di pasar uang, yakni dengan melakukan ekspansi moneter disaat perekonomian menghadapi masa resesi dan melakukan konstraksi moneter saat perekonomian mengalami boom/laju yang terlalu cepat. Penjelasan ini dapat dilihat pada gambar berikut

3. Accomodatice Monetery Policy
Pendapat kedua mengatakan, bahwa sebaiknya pemerintah menghindari intervensi untuk memperlunak konjungtur perekonomian yang terjadi, dan membiarkannya terjadi secara alami. Pendapat ini didasarkan pada pemikiran:

  • Ekspektasi masyarakat dapat mengalahkan dampak dari variabel-variabel moneter lainnya. Dengan kata lain, masyarakat telah mengantisipasi setiap kebijakan yang akan diterapkan oleh masyarakat.
  • Kebijakan pemerintah tidak dapat memberi dampak secara langsung dan segera. Sebagai contoh; kebijakan moneter longgar yang ekspansif yang diterapkan saat ekonomi lesu/resesi, tidak akan segera kelihatan dampaknya saat itu juga, namun butuh waktu dan itu dapat terjadi justru ketika perekonomian telah mencapai tahap boom.


  EFEKTIFITAS KEBIJAKAN MONETER

Yang dimaksud dengan efektifitas kebijakan moneter adalah, sejauh mana kebijakan moneter yang ditempuh pemerintah memberi dampak positif bagi perekonomian dan masyarakat, dalam arti :

a. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi
b. dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
c. dapat meningkatkan kesempatan kerja
d. dapat meningkatkan penerimaan devisa negara
e. serta memberi pengaruh pada kebijakan makro lainnya

Teori yang membicarakan mengenai efektifitas kebijakan moneter ini diantaranya adalah :

a. Teori Natural Rate Hypothesis, yang percaya bahwa kebijakan hanya akan efektif dan memberi dampak dalam jangka pendek saja, namun tidak akan efektif untuk jangka panjang .

b. Teori Rational Expectation Hypothesis, yang percaya bahwa baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, kebijakan moneter tidak akan efektif untuk memberi pemahaman yang lebih baik mengenai kedua teori tersebut .

  MASALAH DAN KESULITAN PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER DI NEGARA BERKEMBANG

Pemerintah (dalam hal ini Bank Sentral) harus menggunakan kebijakan moneter untuk mempengaruhi pengeluaran swasta dan masyarakat ke arah yang dinginkan dalam kegiatan ekonomi dan pembangunan secara keseluruhan. Pada waktu resesi dan tingkat pengangguran tinggi, pemerintah harus berusaha meningkatkan seluruh pengeluaran masyarakat antara lain dengan cara meningkatkan penawaran uang dalam masyarakat. Turunnya suku tingkat bunga menimbulkan gairah investasi yang pada akhirnya meningkatkan permintaan agregat, dan akhirnya menurunkan tingkat harga dan menaikkan output nasional. Kebijakan moneter yang dapat dilakukan untuk mecapai tujuan ini adalah mengurangi tingkat cadangan minimum, menurunkan tingkat bunga dan membeli surat-surat berharga dari masyarakat. Pada masa inflasi dan ekonomi yang memanas, kebijakan moneter dilakukan haruslah berjalan ke arah yang sebaliknya.

Dengan demikian, salah satu tugas dari kebijakan moneter adalah menyediakan pertambahan penawaran uang yang cukup sehingga usaha-usaha pembangunan dapat berjalan lancar. Pada masa terjadi kelebihan permintaan dan inflasi, penawaran uang dalam masyarakat harus dikurangi. Di negara-negara berkembang kebijakan ini harus mencakup juga kebijakan untuk mempengaruhi penawaran uang tunai dalam masyarakat, yaitu dengan berusaha menarik uang tersebut dari tangan masyarakat, sehingga akan menurunkan tingkat pengeluarannya. Cara yang dapat ditempuh dengan menarik uang tersebut ke dalam sistem perbankan, misalnya dengan cara memberikan bunga yang tinggi kepada nasabah deposto berjangka.


3. Kebijakan Segi Penawaran
Merupakan kebijakan pendapatan (incomes policy), yaitu langkah pemerintah yang bertujuan mengendalikan tuntutan kenaikan pendapatan kerja. Tujuan ini dilaksanakan dengan berusaha mencegah kenaikan pendapatan yang berlebihan. Pemerintah akan melarang tuntutan kenaikan upah yang melebihi kenaikan produktivitas pekerja. Kebijakan seperti itu akan menghindari kenaikan biaya produksi yang berlebihan.

Kebijakan segi penawaran lebih menekankan kepada:
a. meningkatkan kegairahan tenaga kerja untuk bekerja
b. meningkatkan usaha para pengusaha untuk mempertinggi efisiensi kegiatan produksinya.

kebijakan fiskal dan moneter dalam perekonomian terbuka
ð  perekonomian berusaha mencapai tingkat kegiatan ekonomi yang tinggi(bila memungkinkan mencapai penggunaan tenaga kerja penuh) tanpa inflasi-> neraca pembayaran yang menguntungkan .
Langkah pemerintah :
  • kebijakan menekan pengeluaran (expenditure dampening policy) dan
  • kebijakan memindah pengeluaran (expenditure switching policy)

  1. kebijakan menekan pengeluaran
ü  langkah pemerintah untuk menstabilkan neraca pembayaran yang sedang dalam keadaan defisit dengan melakukan tindakan yang akan mengurangi pengeluaran agregat
ü  impor turun tanpa mengurangi ekspor
ü  dilakukan pada saat perekonomian mengalami masalah inflasi dan tingkat kegiatan ekonomi yang terlalu tinggi
ü  menaikkan pajak pendapatan
ü  menaikkan tingkat bunga
ü  mengurangi pengeluaran pemerintah

  1. kebijakan memindah pengeluaran
ü  langkah pemerintah untuk menstabilkan sektor luar negeri yang sifatnya mendorong masyarakat mengurangi impor,melakukan konsumsi lebih banyak atas barang dalam negeri dan melakukan ekspor
ü  dilakukan pada saat perekonomian mengalami masalah defisit neraca pembayaran dan pada waktu yang sama menghadapi masalah pengangguran yang tinggi
ü  memindahkan pengeluaran secara paksa
§  mempertinggi pajak impor
§  menentukan kuota atas barang tertentu
§  mengawasi penggunaan atas valuta asing
ü  memindahkan pengeluaran dengan membuat perangang untuk mengekspor(insentif untuk mengekspor)
§  menciptakan perangsang untuk mengekspor 
§  melakukan devaluasi(penurunan nilai mata uang)->dilakukan sebagai langkah terakhir, karena efek buruk ke konsumen(harga barang impor naik) dan merugikan pihak yang berhutang ke luar negeri .
tujuan meninggikan tingkat devaluasi : kegiatan ekspor bertambah pelarian modal ke luar negeri .
 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar