Minggu, 20 Mei 2012


Kemacetan dan Transportasi

Kemacetan di Jakarta sudah lumrah bagi warga Jakarta . Namun anehnya , kemacetan juga terjadi di jalan tol . Bukankah jalan tol identik dengan jalan bebas hambatan ? Lantas, mengapa antrian kendaraan tampak terlihat ?
Tarif Tol yang terus meninggi dan kondisi lalu lintas Tol sangat tidak sesuai . Pemerintah tentu tidak tinggal diam . Penambahan jalan tol terus dilakukan . Namun efektifkah solusi tersebut ?
Sebelum member tanggpan ada baiknya kita membaca kutipan berita terlebih dahulu . Berikut kutipan berita dari detiknews.com .
Pemprov DKI Jakarta siap membangun 6 ruas jalan tol susun mulai 2011 . Proyek triliunan itu diprediksi tidak akan mengatasi kemacetan Jakarta.
Pembangunan 6 ruas tol tersebut akan menelan dana sebesar Rp 40 triliun lebih dengan rincian, Tol Semanan-Sunter sepanjang 17,8 km dengan anggaran Rp 9,7 triliun. Tol Sunter-Bekasi Raya sepanjang 11 km, anggaran yang dibutuhkan sebesar Rp 7,3 triliun.
Tol Duri Pulo-Kampung Melayu sepanjang 11,3 km anggarannya Rp 5,9 triliun. Kemayoran-Kampung Melayu sepanjang 9,6 km dengan anggaran Rp 6,9 triliun.
Tol Ulujami-Tanah Abang sepanjang 8,27 km dengan anggaran Rp 4,2 triliun. Dan Tol Pasar Minggu-Casablanca sepanjang 9,5 Km dengan dana Rp 5,7 triliun.
Pengamat transportasi Agus Pambagio tidak setuju karena menurutnya hanya memindahkan tempat parkir ke jalan tol saja. Mungkin satu dua bulan tidak macet, tapi kemudian akan macet lagi,  karena tol-tol itu tidak menyambung. Namun bila  tetap memaksa dilakukan , sebaiknya JORR (Jakarta Outer Ring Road) 1 dan JORR 2 harus disambung terlebih dahulu, jadi tidak akan hanya memindahkan tempat parkir ke jalan tol saja . 
Agus Pambagio: Prioritaskan Transportasi Publik Dulu, Baru Bangun 6 Jalan Tol dengan perubahan

Demikian  dapat disimpulkan , menambah jalan bukan merupakan solusi yang tepat mengatasi kemacetan karena :
·         Meski terus menerus memperlebar jalan , tidak ada gunanya bila sebagian besar masyarakat tetap menggunakan kendaraan pribadi.
·          Selain itu, industri otomotif akan semakin gencar menawarkan produknya dan akhirnya jumlah kendaraan akan makin bertambah dan bertambah pula kemacetan di Jakarta.
Solusi yang tepat ialah Pemprov DKI Jakarta seharusnya memrioritaskan pembenahan transportasi publik karena dana yang dibutuhkan tidak jauh berbeda dari rencana jalan tol itu. Transportasi publik yang dimaksud salah satunya adalah MRT .

Transportasi publik yang nyaman , efisien dan terakses ke segala arah

MRT adalah singkatan dari Mass Rapid Transit yang secara harafiah berarti angkutan yang dapat mengangkut penumpang dalam jumlah besar secara cepat. Beberapa bentuk dari MRT antara lain: 

• Berdasarkan jenis fisik : BRT (Bus Rapid Transit), Light Rail Transit (LRT) yaitu kereta api rel listrik, yang dioperasikan menggunakan kereta (gerbong) pendek seperti monorel dan Heavy Rail Transit yang memiliki kapasitas besar seperti kereta Jabodetabek yang ada saat ini

• Berdasarkan Area Pelayanan : Metro yaitu heavy rail transit dalam kota dan Commuter Rail yang merupakan jenis MRT untuk mengangkut penumpang dari daerah pinggir kota ke dalam kota dan mengantarkannya kembali ke daerah penyangga (sub-urban).
Jenis yang akan dibangun oleh PT MRT Jakarta adalah MRT berbasis rel jenis Heavy Rail Transit.

Mengapa MRT Perlu Dibangun Di Jakarta?
• Perkiraan Jakarta macet total : Saat ini pertumbuhan jalan di Jakarta kurang dari 1 persen per tahun dan setiap hari setidaknya ada 1000 lebih kendaraan bermotor baru turun ke jalan di Jakarta (Data Dinas Perhubungan DKI Jakarta). Studi Japan International Corporation Agency (JICA) 2004 menyatakan bahwa bila tidak dilakukan perbaikan pada sistem transportasi,  diperkirakan lalu lintas Jakarta akan macet total pada 2020 (Study on Integrated Transportation Master Plan (SITRAMP II)

• Kerugian ekonomi akibat kemacetan lalu lintas di Jakarta berdasarkan hasil penelitian Yayasan Pelangi pada 2005 ditaksir Rp 12,8 triliun/tahun yang meliputi nilai waktu, biaya bahan bakar dan biaya kesehatan. Sementara berdasarkan SITRAMP II tahun 2004 menunjukan bahwa bila sampai 2020 tidak ada perbaikan yang dilakukan pada sistem transportasi maka perkiraan kerugian ekonomi mencapai Rp 65 triliun/tahun.

• Polusi udara akibat kendaraan bermotor memberi kontribusi 80 persen dari polusi di Jakarta. MRT Jakarta digerakan oleh tenaga listrik sehingga tidak menimbulkan emisi CO2 diperkotaan.

Berdasarkan studi tersebut, maka jelas DKI Jakarta sangat membutuhkan angkutan massal yang lebih andal seperti MRT yang dapat menjadi alternatif solusi transportasi bagi masyarakat yang juga ramah lingkungan.

Bagaimana menanggulangi kemacetan yang mungkin terjadi pada saat proses konstruksi fisik/pembangunan?
Dengan didampingi kontraktor, konsultan, expert specialist, perencana kota, ekonomis , traffic planner, traffic engineer, dll yang memiliki pengalaman membangun sistem MRT di berbagai kota besar dunia lainnya, PT MRT Jakarta bersama Dinas Perhubungan Pemprov DKI Jakarta bertanggungjawab untuk mengendalikan dampak kemacetan yang mungkin timbul akibat adanya pembangunan MRT di sejumlah ruas jalan.  Beberapa upaya yang rencananya akan dilakukan antara lain adalah : pelebaran ruas jalan sepanjang rute MRT Jakarta, pelebaran ruas jalan alternatif, mengurangi konflik lalu –lintas pada simpang, penertiban hambatan samping, pengalihan arus melalui penutupan jalan dan penempatan petugas.

Saat ini, tarif masih dalam kajian. Tarif ini akan mempertimbangkan dengan daya beli masyarakat (ability to pay) dan kemauan membayar masyarakat (willingness to pay).  Kajian-kajian awal yang dilakukan sempat ada perhitungan antara Rp 8 ribu hingga Rp 12 ribu. Namun, penetapan tarif sebesar itu belum final. akan ada pembahasan lebih lanjut dan  ditentukan dalam sebuah peraturan.

Perencanaan dan Pembangunan MRT
Pada tanggal 25 April 2012 yang lalu, Gubenur DKI Jakarta telah mencanangkan dimulainya pembangunan MRT Jakarta.

Sistem MRT direncanakan akan dibangun dan dioperasikan dalam tiga tahap :
1.    Tahap 1,  Lebak Bulus-Bundaran HI sepanjang 15,2 Km yang dengan target operasi Tahun akhir 2016
2.    Tahap 2, Bundaran HI-Kampung Bandan 8,1 Km dengan target operasi April 2018
3.    Tahap berikutnya Koridor Timur-Barat sepanjang 87 Km  saat ini dalam studi kelayakan

Sistem MRT ini akan terintegrasi dengan Sistem KA Jabodetabek sehingga sistem angkutan masal berbasis jalan rel akan mencapai hasil yang optimum
Dari beberapa jenis angkutan masal, antara lain : Bus Rapid Transit, Light Rail Transit, Monorail, MRT diklasifikasikan sebagai moda angkutan masal heavy rail transit. Jenis ini memiliki kapasitas angkut yang terbesar dibanding jenis lainnya, sehingga  pada awal operasinya untuk Tahap 1, Lebak Bulus-Bunderan HI saja MRT akan mampu mengangkut 412.000 orang per hari.  Mass Rapid Transit Jakarta (MRT Jakarta) yang berbasis rel ini  rencananya akan membentang kurang lebih ±110.8 km, yang terdiri dari Koridor Selatan – Utara (Koridor Lebak Bulus - Kampung Bandan) sepanjang kurang lebih ±23.8 km dan Koridor Timur – Barat  sepanjang kurang lebih ±87 km.

• Pembangunan koridor Selatan - Utara dari Lebak Bulus – Kampung Bandan dilakukan dalam 2 tahap:

- Tahap I yang akan dibangun terlebih dahulu menghubungkan Lebak Bulus sampai dengan Bundaran HI sepanjang 15.7 km dengan 13 stasiun (7 stasiun layang dan 6 stasiun bawah tanah) ditargetkan mulai beroperasi pada akhir 2016.

- Tahap II akan melanjutkan jalur Selatan-Utara dari Bundaran HI ke Kampung Bandan sepanjang 8.1 Km yang akan mulai dibangun sebelum tahap I beroperasi dan ditargetkan beroperasi 2018 (dipercepat dari 2020). Studi kelayakan untuk tahap ini sudah selesai.

• Koridor Timur - Barat saat ini sedang dalam tahap studi kelayakan. Koridor ini ditargetkan paling lambat beroperasi pada 2024 - 2027

Waktu tempuh untuk Lebak Bulus-Bunderan HI dan sebaliknya kurang lebih akan ditempuh dalam waktu  30 menit pada jam sibuk dan Lebak Bulus-Kampung Bandan dan sebaliknya akan ditempuh dalam 51 menit. Ini waktu tempuh yang luar biasa mengingat pada saat ini Lebak Bulus-Bunderan HI memerlukan waktu tempuh 90-120 menit.
Sebagian jalur MRT nantinya merupakan jalur rel di bawah tanah antara Bunderan Senayan sampai Bunderan HI sehingga tidak mengganggu pemandangan dan menimbulkan kemacetan lain. Sebagian lainnya dari Lebak Bulus sampai Sisingamangaradja berupa  jalur layang sehingga tidak ada perlintasan sebidang dengan jalan raya
Manfaat sistem MRT
Pengoperasian sistem MRT memiliki manfat manfaat  sebagai berikut :
·         Manfaat langsung dioperasikannya sistem MRT ini adalah mampu mengurangi kepadatan kendaraan di jalan karena dengan adanya MRT diharapkan dapat mengalihkan masyarakat yang menggunakan kendaraan pribadi ke transportasi massal. 
·         Selain  itu, MRT juga memberikan kontribusi dalam meningkatan kapasitas transportasi publik. Kapasitas angkut MRT (Lebak Bulus ke Bundaran HI) diharapkan mencapai sekitar 412 ribu penumpang per hari (tahun ketiga operasi dengan TOD dan TDM).
·         Stasiun MRT akan titik baru pertumbuhan aktifitas ekonomi. Karena setiap stasiun akan dihubungkan dengan aktifitas publik, perkantoran dan pusat komersial .
Pembangunan MRT Jakarta juga diharapkan mampu memberi dampak positif antara lain:

·          Penciptaan lapangan kerja: selama periode konstruksi, proyek MRT Jakarta diharapkan dapat menciptakan sekitar 48.000 pekerjaan baru

·         Penurunan waktu tempuh & meningkatkan mobilitas: Waktu tempuh antara Lebak Bulus sampai Bundaran HI diharapkan turun dari 1-2 jam pada jam-jam sibuk menjadi 30 menit, sedangkan dari Lebak Bulus sampai Kampung Bandan target waktu tempuh sekitar 52.5 menit. Penurunan waktu tempuh ini akan meningkatkan mobilitas warga Jakarta.  Meningkatnya mobilitas warga kota ini memberikan dampak kepada peningkatan dan pertumbuhan ekonomi kota, dan meningkatkan kualitas hidup warga kota
·         Terjadinya pertumbuhan usaha di bidang Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di DKI Jakarta. Sebab di sepanjang stasiun MRT akan dibangun usaha atau took berbagai produk yang ditawarkan .

·          Dampak lingkungan : 0.7% dari total emisi CO2, yaitu sekitar 93.663 ton per tahun akan dikurangi oleh MRT (Data Revised Implementation Program for Jakarta MRT System  2005)

·         Transit - Urban Integration yang menjadikan sistem MRT sebagai pendorong untuk merestorasi tata ruang kota. Integrasi transit-urban diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi pada area sekitar stasiun, sehingga dapat berdampak langsung kepada peningkatan jumlah penumpang MRT Jakarta

Pengaturan jadwal keberangkatan MRT
Diproyeksikan jadwal operasi MRT Jakarta dari jam 05.00 pagi sampai jam 24.00 malam.  Waktu tunggu atau headway MRT Jakarta nantinya adalah setiap 5 menit (pada tahun pertama operasi). Diharapkan tahun-tahun berikutnya headway ini dapat dipersingkat menjadi setiap 4 atau  3 menit. 

Untuk penjadwalan operasi ini akan ditulis dalam grafik perjalanan MRT Jakarta yang harus dipatuhi dan MRT Jakarta akan menggunakan sistem kontrol terpadu yang mengatur ketepatan jadwal operasi MRT Jakarta.
Sosialisasi MRT
MRT bagi publik akan melegakan dan selayaknya Proyek MRT terus memberikan informasi dan sosialisasi yang baik kepada publik karena pada proses pembangunannya tentu menimbulkan gangguan yang luar biasa kepada pelayanan publik seperti memperlebar jalan sekitar proyek, membuat rute alternatif, pengaturan ulang jalur dan sebagainya.

Sosialisasi perlu dilakukan agar publik menyadari bahwa dampak tersebut pengorbanan yang layak untuk mendapat kenyamanan yang akan datang setelah MRT beroperasi. MRT diharapkan :
·         dapat memberikan solusi atas kemacetan Jakarta .
·         mengurangi kerugian yang timbul sebagai akibat kehilangan waktu produktif, kerusakan lingkungan secara signifikan dengan pengoperasian MRT.

Operator MRT
·         Operator MRT dan penanggungjawab pelaksanaan kegiatan pembangunan sistem MRT adalah PT MRT Jakarta yang merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan saham 99,5% dimiliki oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan 0,5% lainnya dimiliki oleh PD Pasar Jaya sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2008.
·         MRT berada di bawah kebijakan dan arahan  Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sehingga diharapkan tidak ada dualisme antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di dalam kebijakan dan arahan atas pengoperasian MRT.
·         Sebagai BUMD, seluruh pendapatan, biaya dan investasi MRT akan dipertanggungjawabkan oleh PT MRT Jakarta kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
·         Demikian juga hal nya dengan pengembangan dan pengelolaan bisnis dan properti di sekitar setasiun MRT. Pengelolaan bisnis dan properti ini sangat penting mengingat pada umumnya pengusahaan angkutan urban selalu harus mendapatkan Public Service Obligation (PSO)  ataupun subsidi dari Pemerintah.
·          Pengembangan hasil usaha dari properti dan komersialisasi area sekitar stasiun akan memberikan sumbangan pendapatan yang sangat berarti di luar pendapatan dari tiket.
·         Kesuksesan pengembangan properti dan komersialisasi stasiun tentu akan dapat mengurangi PSO, subsidi atau menambah dana untuk pengembangan sistem MRT Jakarta .


Referensi / Daftar Pustaka :

Sabtu, 19 Mei 2012


TINJAUAN SEKTOR PERIKANAN 2011-2012


makalah 


nama:  Tricia Margareth
nim : 27211185 

Fakultas Ekonomi
Jurusan Akuntansi 




I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
 Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 17.504 buah dan panjang garis pantai mencapai 104.000 km (Bakosurtanal, 2006). Total luas laut Indonesia sekitar 3,544 juta km2 (Kelautan dan Perikanan Dalam Angka 2010) atau sekitar 70% dari wilayah Indonesia. Keadaan tersebut seharusnya meletakan sektor perikanan menjadi salah satu sektor riil yang potensial di Indonesia. Potensi ekonomi sumber daya pada sektor perikanan diperkirakan mencapai US$ 82 miliar per tahun. Potensi tersebut meliputi: potensi perikanan tangkap sebesar US$ 15,1 miliar per tahun, potensi budidaya laut sebesar US$ 46,7 miliar per tahun, potensi peraian umum sebesar US$ 1,1 miliar per tahun, potensi budidaya tambak sebesar US$ 10 miliar per tahun, potensi budidaya air tawar sebesar US$ 5,2 miliar per tahun, dan potensi bioteknologi kelautan sebesar US$ 4 miliar per tahun. Selain itu, potensi lainnya pun dapat dikelola, seperti sumber daya yang tidak terbaharukan, sehingga dapat memberikan kontribusi yang nyata bagi pembangunan Indonesia.
Menurut Daryanto (2007), sumber daya pada sektor perikanan merupakan salah satu sumber daya yang penting bagi hajat hidup masyarakat dan memiliki potensi dijadikan sebagai penggerak utama (prime mover) ekonomi nasional. Hal ini didasari pada kenyataan bahwa :
1.      Indonesia memiliki sumber daya perikanan yang besar baik ditinjau dari kuantitas maupun diversitas.
2.      Industri di sektor perikanan memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya.
3.      Industri perikanan berbasis sumber daya nasional atau dikenal dengan istilah national resources based industries, dan
4.      Indonesia memiliki keunggulan (comparative advantage) yang tinggi di sektor perikanan sebagimana dicerminkan dari potensi sumber daya yang ada.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini melihat peran sektor perikanan dalam perekonomian dan penyerapan tenaga kerja Indonesia dengan pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1.      Bagaimana fitur perikanan saat ini .
2.      Bagaimana peran sektor perikanan  ke belakang (backward linkage) dalam perekonomian Indonesia.
3.      Bagaimana dampak struktur PDB Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku Triwulan I-2011, Triwulan IV-2011, dan Triwulan I-2012 (persen).
1.3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini antara lain adalah:
·         Menganalisis fitur perikanan saat ini .
·         Menganalisis peran sektor perikanan ke belakang (backward linkage) dalam perekonomian Indonesia.
·         Menganalisis dampak struktur PDB Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku Triwulan I-2011, Triwulan IV-2011, dan Triwulan I-2012 (persen).
II. TINJAUAN PUSTAKA
2. Konsep dan Definisi
1.      Berdasarkan UU 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan, yang dimaksud dengan perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.
2.       BPS dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia Tahun 2009, yang termasuk dalam sektor perikanan adalah kegiatan usaha yang mencakup penangkapan dan budi daya ikan, jenis crustacea (seperti udang, kepiting), moluska, dan biota air lainnya di laut, air payau dan air tawar.
Sumber daya perikanan termasuk kepada kelompok sumber daya alam yang dapat diperbaruhi (renewable source). Meskipun demikian dalam pemanfaatan sumber daya ini harus rasional sebagai usaha untuk menjaga keseimbangan produksi dan kelestarian sumber daya. Hal ini perlu adanya penegasan karena sumber daya perikanan merupakan sumber daya milik bersama (common property resources) sehingga tidak ada larangan bagi siapapun untuk memanfaatkannya.
Secara garis besar, sumber daya perikanan dapat dimanfaatkan melalui penangkapan ikan (perikanan tangkap) dan budidaya ikan.
Menurut Ningsih (2005) sumber daya perikanan laut dapat dikelompokkan ke dalam empat kelompok besar yaitu: (1) sumber daya ikan demersal, yaitu jenis ikan yang hidup di atau dekat dasar perairan; (2) sumber daya ikan pelagis, yaitu jenis sumber daya ikan yang hidup di sekitar permukaan perairan; (3) sumber daya ikan pelagis besar, yaitu jenis ikan oceanik seperti tuna, cakalang, tenggiri dan lain-lain; (4) sumber daya udang dan biota laut non ikan lainnya seperti kuda laut.
Sedangkan potensi pengembangan pada perikanan budidaya dapat dilakukan pada (1) budidaya laut terdiri dari budidaya ikan, moluska dan rumut laut; (2) budidaya air payau; (3) air tawar yang terdiri dari perairan umum (danau, waduk, sungai dan rawa), kolam air tawar dan mina padi sawah.
Melihat keadaan sumberdaya perikanan Indonesia khususnya perikanan tangkap, telah mengalami over fishing pada beberapa daerah dan adanya tren penurunan dari produksi perikanan tangkap dunia, maka dalam pembangunan perikanan Indonesia kedepan lebih memfokuskan kepada peningkatan produksi di perikanan budiaya. Hal ini terlihat pada trilogi pembangunan perikanan Indonesia yaitu (1) kendalikan perikanan tangkap; (2) kembangkan perikanan budidaya; (3) tingkatkan mutu dan nilai tambah. Selain itu juga dibutuhkan kebijakan terintegrasi dan konvergen untuk membangun ocean economic dalam 3 pilar (a) national ocean policy, (b) national ocean economic policy, dan (c) national ocean governance.
III. ISI
3.1. Fitur Perikanan Indonesia
Indonesia adalah negara kepulauan, 70% wilayahnya  lautan.  Indonesia memiliki potensi sangat besar untuk mengembangkan industri perikanan. Indonesia termasuk tiga besar dalam memproduksi ikan  setelah China dan Peru,  dengan perbedaan angkanya masih sangat jauh. China memproduksi sekitar 14,8 juta ton sementara Indonesia hanya 5 juta ton. Apalagi meski termasuk tiga besar dalam produksi ikan, Indonesia tidak termasuk  dalam lima besar pengekspor ikan, bahkan kalah dibanding dengan Vietnam dan Thailand. Nilai ekspor ikan Indonesia “hanya” sekitar  US $ 2,9 juta.
Dari data tersebut sepintas sepertinya sebagian besar ikan produksi Indonesia dikonsumsi sendiri oleh rakyat Indonesia, namun kenyataannya tidak demikian karena konsumi makan ikan rakyat Indonesia jauh lebih rendah dibanding negara lain di ASEAN. Hal tersebut tentunya disebabkan karena banyaknya jumlah penduduk Indonesia. Lebih gawat lagi industri perikanan kaleng kesulitan mencari bahan baku ikan dan terdapat banyak syarat untuk dapat mengimpor ikan. Dari satu sisi regulasi tersebut bertujuan untuk melindungi para nelayan tradisional, namun di lain sisi regulasi tersebut kurang adil karena ikan dalam negeri tidak mencukupi untuk industri, impor bahan baku sulit dan produk ikan kalengan negara lain terutama China dan Asean yang memiliki perjanjian free trade dengan Indonesia masuk ke Indonesia tanpa hambatan Bea Masuk . Sudah seharusnya dan selayaknya pemerintah melindungi nelayan, peternak dan petani, namun demikian jika hanya dengan penetapan tarif Bea Masuk dan Larangan atau pembatasan impor sesungguhnya harus dibarengi dengan pembenahan sektor hulunya. Larangan dan batasan sering tidak berpengaruh positif kepada nelayan, petani, peternak akan tetapi justru berpengaruh negatif pada industri pemrosesannya.

Dari suatu diskusi tentang perikanan  terungkap bahwa permasalahan di perikanan di Indonesia bukan hanya sekedar Peraturan Menteri (permen) akan tetapi lebih pada kebijakan menyeluruh dari masalah perikanan,  hulu ke hilir. Dari kebijakan sampai implementasi dan pengawasannya. Diperlukan suatu Grand design pengembangan perikanan Indonesia.  Pembenahan harus dilakukan pada : Sektor Hulu (Penangkapan ikan), Sektor Hilir (pengolahan ikan), Perbaikan infrastruktur perikanan, Regulasi, Kelembagaan, Akses terhadap pembiayaan,  dan penguatan Pasar Dalam Negeri.
Permen Kelautan dan Perikanan,  No. 15/Men/2011 tentang beberapa persyaratan impor ikan sebenarnya dimaksudkan untuk mendukung  model kebijakan  perlindungan pada nelayan, dengan Permen tersebut maka volume ikan impor dapat diketahui dengan pasti. Namun terdapat pasal-pasal yang kurang mendukung industri pemrosesannya dan justru memberi peluang untuk pasar modern.  Dari diskusi terungkap bahwa pengawasan atas ikan impor masih lemah, sehingga akhirnya  terdapat penyalahgunaan kuota.
Menteri Kelautan dan Perikanan pada dasarnya sependapat bahwa industri perikanan harus mendapatkan kemudahan impor bahan baku. Dari kliping koran yang memuat hasil diskusi terungkap pula bahwa Menteri Kelautan dan Perikanan sudah merencanakan Grand Design yang disebut Minapolitan dan Megaminapolitan  yang mengembangkan bersama usaha besar, menengah maupun usaha kecil dengan pola inti-plasma.
Pengawasan atas kebijakan tersebut juga perlu mendapat perhatian besar agar impor ikan tidak terdistorsi, misalnya ikan impor tidak ke industri akan tetapi langsung ke Pasar Modern. Bahkan juga disadari perlunya adanya kebijakan lain yang mendukung pengembangan industri perikanan tersebut, seperti kebijakan pembebasan Bea Masuk bahan baku, kebijakan  pendanaan dsb.  Industri perikanan ini menyerap banyak tenaga kerja dan juga meningkatkan ekspor serta konsumsi masyarakat. Jadi sudah selayaknya dibantu pengembangannya.
Di sisi lain pengembangan budi daya ikan juga sangat perlu dikembangkan sehingga industri perikanan tidak perlu impor lagi. Budidaya perikanan dengan peningkatan produksinya akan dapat meningkatkan konsumsi ikan masyarakat baik langsung maupun melalui produk ikan hasil industri pengolahan ikan dalam negeri.
3.2. Peran sektor perikanan ke belakang (backward linkage) dalam perekonomian Indonesia.

Adanya kesalahan orientasi pembangunan dan pengelolaan sumber daya menyebabkan Indonesia belum dapat mengoptimalkan manfaat dari potensi sumber daya yang ada. Munculnya kesadaran untuk menjadikan pembangunan berbasis sumberdaya kelautan dan perikanan sebagai motor pengerak pembangunan nasional, sebagaimana terimplementasi pada Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, sudah merupakan suatu hal yang tepat.

Perhatikan data berikut ini .
Data 1.1. Produk Domestik Bruto Pertanian, Peternakan, Kehutanan Dan Perikanan Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2004 - 2009 (miliar rupiah)
Lapangan Usaha                2004             2005             2006             2007             2008        2009
3p&1k  *                        329.124,6      364.169,3     433.223,4                541.931,5   716.065,3   858.252,0
a.T. Bhn Makanan        165.558,2       181.331,6     214.346,3               265.090,9       349.795,0   418.963,9
b. Tanaman Perkebunan    49.630,9           56.433,7       63.401,4        81.664,0       105.969,3    112.522,1
c. Peternakan                     40.634,7          44.202,9      51.074,7        61.325,2         82.676,4    104.040,0
d. Kehutanan                     20.290
             22.561,8      30.065,7        36.154,1         40.375,1      44.952,1
e. Perikanan                      53.010,8          59.639,3      74.335,3        97.697,3       137.249,5     177.773,9
Produk Domestik Bruto             2.295.826,2    2.774.281,1  3.339.216,8   3.950.893,2   4.951.356,7  5.613.441,7


% PDB Perikanan Terhadap :
- Kelompok Pertanian            16,11        16,38            17,16               18,3         19,18           20,71
- PDB Total                             2,31           2,15            2,23                    2,47        2,77             3,17
 *3p&1k =Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan

Dapat dilihat bahwa kontribusi sektor perikanan Indonesia terhadap PDB nasional hanya mencapai 3,17% pada tahun 2008  tersebut masih sangat kecil apabila dibandingkan dengan kontribusi Kelompok Pertanian yang mencapai 20,71 %  .

Meski demikian, dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan di bidang perikanan. Berdasarkan laporan FAO Year Book 2009, Produksi perikanan tangkap Indonesia sampai dengan tahun 2007 berada pada peringkat ke-3 dunia dengan tingkat produksi perikanan tangkap pada periode 2003-2007 mengalami kenaikan rata-rata produksi sebesar 1,54%. Disamping itu, Indonesia juga merupakan produsen perikanan budidaya dunia. Sampai dengan tahun 2007 posisi produksi perikanan budidaya Indonesia di dunia berada pada urutan ke-4 dengan kenaikan rata-rata produksi pertahun sejak 2003 mencapai 8,79%. Hal ini menyebabkan Indonesia memiliki kesempatan untuk menjadi penghasil produk perikanan terbesar dunia, karena terus meningkatnya kontribusi produk perikanan Indonesia di dunia pada periode 2004-2009.

3.3. Dampak Struktur PDB Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku Triwulan I-2011, Triwulan IV-2011, dan Triwulan I-2012 (persen)

Data Struktur PDB menurut Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku Triwulan I-2011, Triwulan IV-2011, dan Triwulan I-2012 (persen)
Jenis Pengeluaran                                                     2010           2011               TRIW I         TRIW IV  TRIW I 2012
1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga             56,6           54,6               55,1               55,3           55,0
2. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah                       9,0              9,0                  6,8                11,7             7,0
3. Pembentukan Modal TetapBruto (PMTB)   32,1     32,0             31,1   33,8        31,8
4. Perubahan Inventori+Diskrepansi Statistik    0,6      3,0                 5,1   -1,0           6,2
5. Ekspor Barang dan Jasa                                         24,6               26,3            25,2              26,6      24,8
6. Dikurangi Impor Barang dan Jasa                       22,9               24,9              23,3 26,4        24,8
PDB                                                                                100,0           100,0            100,0              100,0          100,0
====================================================================================================

Selanjutnya bila dibandingkan struktur PDB menurut Pengeluaran triwulan I-2012 dengan
triwulan IV-2011, kecuali Komponen Perubahan Inventori, seluruh komponen PDB menurut
Pengeluaran mengalami penurunan. Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga atas dasar
harga berlaku yang mempunyai kontribusi terbesar terhadap PDB, yaitu sebesar 55,0 persen (triwulan
I-2012), sedikit mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan IV-2011 (55,3 persen).

Demikian halnya Komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah dan Pembentukan Modal Tetap
Bruto (PMTB), pada triwulan I-2012 dengan kontribusi masing-masing sebesar 7,0 persen dan 31,8
persen, juga mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan IV-2011 yang masing-masing
sebesar 11,7 persen dan 33,8 persen. Selanjutnya kontribusi Komponen Ekspor dan Impor Barang dan
Jasa pada triwulan I-2012 (masing-masing sebesar 24,8 persen 24,8 persen) juga mengalami
penurunan jika dibandingkan dengan triwulan IV-2011, namun nilai nominal ekspor barang dan jasa
neto (ekspor dikurangi impor) masih menunjukkan nilai positif.





IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan                                                           
Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas , dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      peningkatan produksi di bidang Budidaya perikanan dapat meningkatkan konsumsi ikan masyarakat, baik langsung maupun melalui produk ikan hasil industri pengolahan ikan dalam negeri. Selain itu, Budi daya ikan perlu dikembangkan sehingga industri perikanan tidak perlu impor lagi.
2.      Peran sektor perikanan dalam perekonomian Indonesia masih sangat kecil. Kontribusi sektor perikanan Indonesia terhadap PDB nasional hanya mencapai 3,17% pada tahun 2008  .

3.      Kontribusi terbesar dari komponen struktur PDB Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku Triwulan I-2011, Triwulan IV-2011, dan Triwulan I-2012 (persen) adalah pada pengeluaran konsumsi rumah tangga dan kemudian diikuti oleh komponen Pembentukan Modal TetapBruto (PMTB). Komponen Ekspor dan Impor Barang dan Jasa pada triwulan I-2012 mengalamipenurunan jika dibandingkan dengan triwulan IV-2011, namun nilai nominal ekspor barang dan jasa neto (ekspor dikurangi impor) masih menunjukkan nilai positif.


4.2. Saran
1.      Dalam rangka meningkatkan peran sektor perikanan dalam perekonomian Indonesia dapat dilakukan dengan peningkatan dan pengembangan output sektor perikanan. Peningkatan tersebut dilakukan dengan peningkatan investasi pada sektor perikanan terutama dalam kaitannya menyediakan sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan usaha pada sektor perikanan. Dalam usaha untuk meningkatkan investasi pada sektor tersebut, harus diberikan berbagai kemudahan dalam melakukan investasi seperti keringanan dalam hal pajak dan sebagainya. Hal ini dilakukan karena sektor perikanan merupakan salah satu sektor yang sering dipandang investor sebagai sektor yang beresiko tinggi dalam melakukan investasi.
2.      Untuk dapat memperoleh efek yang lebih besar dalam pengembangan sektor perikanan, harus memperhatikan sektor lainya yang ada kaitannya dengan sektor perikanan, sehingga pengembangan sektor perikanan dapat dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan.
3.      Produk sektor perikanan selama ini lebih banyak dari perikanan tangkap dari pada perikanan budidaya, hal ini perlu dilakukan perubahan. Selain karena tren perikanan tangkap dunia yang mulai menurun seiring dengan peningkatan kegiatan perikanan tangkap dan terbatasnya daya dukung sumber daya perikanan tangkap dunia serta masih banyaknya potensi perikanan budidaya yang belum dimanfaatkan, maka pengembangan perikanan budidaya harus lebih difokuskan. Pengembangan perikanan budidaya yang lebih bersifat intensive (modern), dengan tetap memperhatikan daya dukung lingkungan, harus lebih ditekankan agar dapat mempercepat pertumbuhan sektor perikanan.
4.      Perlunya peningkatan pengawasan pengelolaan sumber daya ikan terutama yang terkait dengan kegiatan Illegal, Unreported dan Unregulated Fishing (IUU Fishing). Selain itu informasi terkait dengan dampak IUU Fishing secara menyeluruh masih kurang sehingga perlu dilakukan penelitian yang khusus tentang dampak IUU Fishing terhadap perikanan Indonesia.


V. Daftar Pustaka / Referensi :
·         PERAN SEKTOR PERIKANAN DALAM PEREKONOMIAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA DI INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT   Oleh: DODY YULI PUTRA
·         BADAN PUSAT STATISTIK No. 31/05/Th. XV, 7 Mei 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2012
·         http://protespublik.com/kondisi-sektor-perikanan-indonesia/
·         http://protespublik.com/perlu-grand-design-perikanan/