Senin, 17 November 2014

Laba Khayalan Perusahaan Besar

Pada 9November 2010, pengadilan di India mengadili pendiri perusahaan teknologi informasi Satyam, R, yang dituduh melakukan penipuan terbesar dalam sejarah korporasi negara itu. Modus kasus ini mirip skandal rekayasa laporan keuangan Enron, perusahaan raksasa listrik dan gas asal Texas, Amerika Serikat.
                   
"Pengadilan kemungkinan akan mengeluarkan daftar pemanggilan saksi," ujar pengacara R, Bharat Kumar.

R, mantan pemimpin Satyam, pada 7Januari2009, mengakui perbuatannya, telah memalsukan keuntungan perusahaan. Dalam surat pengakuan, ia mengatakan telah membesar-besarkan laba perusahaan selama bertahun-tahun dan meningkatkan neracanya hingga lebih dari US$ 1 miliar.

Atas pengakuan itu, ia menghadapi dakwaan konspirasi, kecurangan, hingga pemalsuan. Ia kemudian menarik kembali pengakuannya. Namun polisi menetapkan surat itu merupakan pengakuan penipuan yang sifatnya sukarela.

Proses persidangan digelar setelah Mahkamah Agung India pekan sebelumnya membatalkan jaminan yang diberikan kepada R dengan alasan kesehatan. Mahkamah Agung menilai tuduhan penipuan tidak bisa dikesampingkan dengan jaminan. R sebelumnya diberikan jaminan dengan alasan kesehatan pada Agustus lalu. Dia menjalani pengobatan hepatitis di rumah sakit di Hyderabad.

R, 54 tahun, pada 7Januari2009 mengundurkan diri dari Satyam. Penipuan yang tidak terdeteksi hingga akhirnya ia ungkapkan itu mengakibatkan kerugian hingga US$ 1 miliar.


Media India menyebutkan kasus ini sebagai "India's Enron". Enron merupakan perusahaan raksasa listrik dan gas di Texas, Amerika Serikat, yang bangkrut pada 2001 karena terbukti melakukan rekayasa laporan keuangan dalam skala besar.

"Rasanya seperti menunggang harimau, tidak tahu kapan untuk turun tanpa dimakan," kata R, menggambarkan aksi penipuan yang diawali dengan upaya untuk melancarkan perbedaan kecil pada sistem akuntansi.

Dalam suratnya yang dikirimkan ke jajaran direksi Satyam, R juga mengakui bahwa dia memalsukan nilai pendapatan bunga diterima di muka(accrued interest), mencatat kewajiban lebih rendah dari yang seharusnya(understated liability) dan menggelembungkan nilai piutang (overstated debtors).

Dalam perjalanan memanipulasi laporan keuangan Satyam, ternyata bukan hanya terkait pihak pimpinan yang sengaja berniat memanipulasi keuangan, namun juga didukung oleh kinerja internal auditor Satyam yang tidak melakukan pekerjaannya dengan benar.

Pada 14 Januari 2009, auditor eksternal Satyam selama 8 tahun terakhir – Price Waterhouse Coopers India mengumumkan bahwa laporan auditnya berpotensi tidak akurat dan tidak reliable karena dilakukan berdasarkan informasi yang diperoleh dari manajemen Satyam. Institusi akuntan di India ICAI, meminta PwC memberikan jawaban resmi dalam 21 hari terkait skandal Satyam.
Ini bukan pertama kalinya PwC tersangkut masalah di India. Pada 2005, The Reserve Bank of India melarang PwC untuk mengaudit bank selama 8 tahun karena melakukan audit yang tidak memadai atas non-performing asset dari Global Trust Bank. PwC menghadapi investigasi terkait kegagalannya mengidentifikasi fraud senilai 21 juta euro di divisi air mineral grup perusahaan Greencore.

Dia menambahkan, dalam surat kepada dewan direksi Satyam, "Saya sekarang siap tunduk pada hukum negara ini dan menerima segala konsekuensinya."

Skandal ini memicu keprihatinan atas tata kelola perusahaan di negara yang tingkat korupsinya masih tinggi. Investor asing sudah sering menyuarakan kekhawatirannya atas transaksi tidak benar oleh perusahaan India yang dikuasai keluarga. Tapi telah ada harapan sektor teknologi informasi akan menetapkan tata kelola baru yang dapat menjadi acuan.

Satyam merupakan perusahaan teknologi informasi outsourcing terbesar keempat di India. Kliennya terdiri atas Nestle, General Electric, dan General Motors.  Akibat kasus ini, perusahaan kemudian diambil alih oleh Tech Mahindra dengan nilai US$ 600 juta untuk kepemilikan mayoritas.

Perusahaan kemudian berganti nama menjadi Mahindra Satyam pada September 2009 dan melaporkan kerugian US$ 27,6 juta pada tahun fiskal hingga Maret 2010. "Membutuhkan waktu satu hingga dua tahun bagi perusahaan untuk menjadi sehat dan dapat beroperasi lagi," kata Presiden Direktur Mahindra Satyam Vineet Nayyar.

Analisis:
Ada tiga tipe auditor menurut lingkungan pekerjaan auditing, yaitu auditor independen, auditor pemerintah, dan auditor intern. Auditor independen adalah auditor profesional yang menjual jasanya kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan yang disajikan oleh kliennya. Auditor intern adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan (perusahaan negara maupun perusahaan swasta) yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi.
Objek yang diaudit oleh auditor bukanlah catatan akuntansi melainkan laporan keuangan kliennya, yang meliputi neraca, laporan laba-rugi, laporan ekuitas, laporan arus kas.
Kalimat kedua dan ketiga dalam laporan audit, paragraf pengantar berbunyi “Laporan keuangan adalah tanggung jawab manajemen perusahaan. Tanggung jawab kami terletak pada pernyataan pendapat atas laporan keuangan berdasarkan audit kami”. Tanggung jawab atas kewajaran laporan keuangan terletak di tangan manajemen, bukan di tangan auditor.
Berikut kecurangan yang dilakukan oleh pemimpin Satyam, R:
•    Saldo bank sebesar 50,4 miliar rupees, atau setara dengan $1,04 miliar sebenarnya fiktif.
•  Pendapatan untuk kuartal kedua 2008 sebenarnya 20% lebih rendah dari 27 miliar rupees yang  dilaporkan.
•    R melaporkan bahwa Satyam memiliki 53000 karyawan dengan operasi di 66 negara.
Profesi akuntan publik timbul dan berkembang karena masyarakat, kreditur dan investor mengharapkan penilaian yang bebas tidak memihak terhadap informasi yang disajikan dalam laporan keuangan oleh manajemen perusahaan.
Dalam kasus Satyam ini, jelas bahwa bukan hanya pendiri Satyam, R saja yang menggelembungkan laba perusahaan, namun juga ada persengkokolan dari pihak auditor internal Satyam dan auditor eksternal Satyam, yaitu PwC yang mendukung rencana R tersebut.

Ada beberapa prinsip etika profesi akuntansi yang dilanggar oleh auditor internal Satyam dan PwC India:
•         Tanggung Jawab Profesi
Dalam menjalankan tanggung jawab profesinya, auditor harus selalu bertanggung jawab untuk bekerja sarna dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat, dan menjalankan tanggung-jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Auditor Satyam tidak melaksanakan tanggung jawab profesinya dan bersekongkol dengan R. Hal ini bisa terlihat jelas dari hal bahwa tidak diperiksa secara benar manipulasi atas invoice yang ada dalam Satyam. Dari laporan keuangan kuartal 1 tahun 2004 hingga kuartal 2 tahun 2009, terdapat 6603 invoice palsu dengan total pendapatan palsu $1,122,670,000.

•         Kepentingan Publik
Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara. Setelah mendapat pengakuan dari R, bursa saham India langsung anjlok. Bursa India merosot tajam dengan indeks Sensex turun 692,37 poin ke level 9.643,56. Sementara saham Satyam merosot hingga 70,74% menjadi 52,40 rupee(dikutip dari detikfinance). Dengan kata lain, para investor dan klien satyam tidak lagi menaruh kepercayaan mereka pada Satyam karena laporan keuangan Satyam tidak reliable.

•         Integritas
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya.
Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja, tetapi tidak menerima kecurangan dan peniadaan prinsip. Kecurangan dalam kasus Satyam ini jelas terlihat dari jumlah invoice palsu yang mencapai 6603, yang tidak wajar bila disebut sebagai kesalahan yang tidak disengaja.

•         Obyektivitas
Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain. Dari hasil investigasi kasus satyam, diketahui bahwa di dalam perencanaan auditnya, auditor internal lebih memprioritaskan atas dasar permintaan-permintaan R. Auditor eksternal satyam, PwC India juga melanggar etika obyektivitas karena memiliki hubungan istimewa( kemitraan) dengan satyam, tetapi tetap memeriksa Satyam sebagai kliennya. Terlebih lagi Pwc juga menerima bayaran audit fee yang jauh diatas para pesaing Satyam dalam melakukan audit.

•         Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung-jawab profesi kepada publik. Kompetensi auditor internal Satyam diragukan, berikut beberapa hal yang dilakukan auditor internal Satyam dalam menjalankan pekerjaannya(dari hasil investigasi Satyam):
1.    Auditor internal tidak melakukan pengujian, meneliti atas verifikasi setiap transaksi mulai dari awal terjadinya transaksi di setiap tahun hingga berakhirnya tahun laporan.
2.      Tidak pernah memverifikasi atau memeriksa dengan benar cash and bank balance.
3.      Tidak pernah melaporkan hasil pekerjaannya kepada komite audit.
4.      Sejumlah bukti temuan serius diabaikan oleh ktua tim audit.
            Berikut beberapa pelanggaran yang juga dilakukan oleh PwC:
1.      Auditor eksternal tidak pernah melakukan konfirmasi kepada bank yang terkait terhadap saldo bank yang tercantum dalam satyam.
2.       Tidak pernah memeriksa secara baik invoice dalam transaksi Satyam.
3.       Liabilitas atas pajak tidak pernah dilaporakn dalam hasil auditnya.
4.       Tidak pernah memeriksa atau memverifikasi atas tingkat bunga palsu.
5.      Meskipun ditemukan bahwa system pengendalian internal satyam lemah, tetapi tidak melaporkan hasil temuannya itu.

•         Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Satyam tidak seharusnya menggunakan PwC sebagai auditor eksternal karena memiliki reputasi yang kurang baik. Seperti berita diatas, PwC gagal mendetesi fraud senilai 21 juta euro didivisi air mineral grup perusahaan Greencore.

•         Standar Teknis
Bila dilihat dari standar aturan yang dikeluarkan oleh Indonesia. Ada pelanggaran yang dilakukan Auditor Satyam dan PwC. Misalnya dalam Pasal 55 khususnya ayat (b) dan Pasal 56 Undang-Undang Nomor 5 tentang Akuntan Publik yang dijadikan sebagai subjek uji materiil Pemohon dinyatakan bahwa akuntan publik yang dengan sengaja melakukan manipulasi, memalsukan, dan/atau menghilangkan data atau catatan pada kertas kerja, atau tidak membuat kertas kerja yang berkaitan dengan jasa yang diberikan. Dapat dilihat dari poin-poin diatas, khusunya kompetensi dan kehati-hatian professional, auditor satyam karena mengabaikan bukti-bukti berupa transaksi palsu.  R juga melanggar sebagaimana dalam Pasal 56 dinyatakan bahwa pihak terasosiasi yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda … dan pidana denda paling banyak 300 juta rupiah.

Sumber:
http://finance.detik.com/read/2009/01/07/150554/1064537/6/bursa-india-diguncang-skandal-keuangan-satyam
https://www.sec.gov/litigation/complaints/2011/comp21915.pdf
http://www.tempo.co/read/news/2010/11/03/090289056/Kasus-Indias-Enron-Mulai-Diadili


                                                                                                     


Kamis, 06 November 2014

Rencana licin NK untuk meningkatkan profit perusahaannya



        NK, seorang pengusaha sebuah perusahaan teknologi tinggi negara K telah dihukum pada 23 Mei 2014. NK dihukum untuk jangka penjara tiga tahun karena bersekongkol untuk menyuap beberapa pejabat pemerintah I seperti yang dinyatakan oleh  Corruption of Foreign Public Officials. Konspirasi suap ini  bertujuan memenangi tender.  Isi dari kontrak ini bernilai seratus juta dolar untuk menjual perangkat lunak pengenalan wajah kepada AI, sebuah maskapai penerbangan negara I. Perangkat lunak pengenalan wajah ini diharapkan penting mampu mencegah area boarding pesawat dari orang yang tidak berwenang.
Pada tanggal 15 Agustus 2013, Hakim JH menemukan bahwa NK telah bersekongkol untuk mendistribusikan setidaknya $ 450.000 kepada tokoh penting maskapai penerbangan AI dan beberapa menteri pemerintah India. Hal ini mengindikasikan adanya suap seperti tertera di Undang-Undang dalam CFPOA tersebut.
Hakim Pengadilan Tinggi JH memutuskan bahwa NK memiliki peran utama dalam konspirasi untuk menyuap pejabat AI yang tidak diragukan lagi, sebuah rencana canggih untuk memenangkan tender untuk perusahaan yang berbasis di K. Pengadilan kemudian mengeluarkan peringatan berikut: "Setiap orang yang mengusulkan untuk menyuap pejabat publik asing demi kepentingan komersial atau lainnya akan menghadapi hukuman yang signifikan dan penahanan di penjara federal ".

Ada beberapa hal yang memberatkan kasus NK, diantaranya:
a)Rencana suap ini dilakukan secara hati-hati dan melibatkan pejabat publik senior di AI dan Menteri Kabinet negara I. Jika rencana ini berhasil, ada pembayaran jutaan dolar dalam suap dan return saham yang diberikan secara berkala;
b)Partisipasi NK dalam proses pelelangan ini melibatkan keadaan lain seperti masuknya  kompetitor palsu untuk menciptakan ilusi proses pelelangan yang kompetitif;
c)NK juga menyuap komisaris perdagangan negara K dan  mendesak bantuan Pemerintah K dalam menutup mulut atas transaksi tersebut; dan
d)NKlah secara pribadi mengusulkan dan mengatur rencana suap termasuk memberi identitas pejabat yang akan disuap dan jumlah yang diusulkan harus dibayar sebagaimana tercermin dalam bukti laporan keuangan yang dia sediakan.

Analisis:
Bila kita amati, kasus yang bersangkutan CFPOA pernah terjadi beberapa kali, seperti perusahaan GE dan N dimana terjadi kasus suap kepada pejabat pemerintah. Namun kasus-kasus tersebut diselesaikan dengan pernyataan salah oleh perusahaan terkait.
 Ada beberapa filsafat moral seperti hedonisme, eudemonisme dan ulitarianisme yang bersangkutan dengan NK serta pelanggaran moral dan etika dalam dunia bisnis.
Hedonisme:
Doktrin etika yang mengajarkan bahwa hal terbaik bagi manusia adalah mengusahakan “kesenangan”. Manusia menurut kodratnya mencari kesenangan dan berupaya menghindari ketidaksenangan. Dengan menyuap perusahaan AI, NK mengamankan perusahaannya sekaligus memperkaya asetnya. Namun tidak memperhatikan moral dan etika dalam dunia bisnis.

Eudemonisme:
Aristoteles mengungkapkan bahwa dalam setiap kegiatannya manusia mengejar suatu tujuan akhir yang disebut kebahagiaan dengan menjalankan secara baik kegiatan-kegiatan rasionalnya dengan disertai keutamaan. NK berusaha mengejar kebahagiaan material berupa uang tetapi hal itu tidak dilakukannya sesuai aturan hukum yang berlaku. Hal ini tercantum dalam peraturan yang dibuat CFPOA pada Pasal 3 ayat 1 dari Undang-Undang kriminalisasi menyebutkan bahwa tindakan yang "... langsung atau tidak langsung memberikan, menawarkan atau menyetujui untuk memberikan atau menawarkan ... keuntungan atau manfaat apapun".

Utilitarianisme:
Menurut Jeremy Bentham, perbuatan harus diusahakan agar mendatangkan kebahagiaan daripada penderitaan, manfaat daripada kesia-siaan, keuntungan daripada kerugian, bagi sebagian besar orang. Dengan demikian, perbuatan manusia baik secara etis dan membawa dampak sebaik-baiknya bagi diri sendiri dan orang lain. Tindakan NK hanya memberi dampak baik hanya bagi perusahaannya namun mengakibatkan distorsi pasar dan melemahkan ekonomi dunia.

Moral dalam dunia bisnis:
Moral pelaku bisnis sangat dipengaruhi oleh ajaran agama serta budaya yang dimiliki oleh pelaku-pelaku bisnis sendiri. Tindakan kolusi dilarang oleh semua agama. Misalnya saja, seperti yang tercantum dalam alkitab pada Kel. 23:8 Suap janganlah kauterima, sebab suap membuat buta mata orang-orang yang melihat dan memutarbalikkan perkara orang-orang yang benar. Seperti perusahaan AI dan pejabat negara I yang menutup sebelah mata setelah menerima uang suap dari NK dan membiarkan persaingan tender itu tidak sehat.

Etika dalam dunia bisnis:
Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji (good conduct) yang harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan. Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah
1.            Pengendalian diri
Pengendalian diri yang dimaksud disini adalah kemampuan seseorang untuk mengarahkan tingkah lakunya sendiri dan kemampuan untuk menekan atau menghambat dorongan yang ada. Pihak AI serta pejabat I yang terkait seharusnya tidak menerima sesuatu baik itu berupa hadiah maupun uang demi kepentingan pribadi. Begitu juga NK seharusnya memenangi tender itu secara adil dan tidak mengandalkan praktik kolusi.

2.            Menciptakan persaingan yang sehat
Dalam dunia bisnis, persaingan tidak seharusnya mematikan yang lemah. Seperti yang tertera dalam UU nomor 5 tahun 1999 pasal 1 butir 6 UU Antimonopoli,’Persaingan curang (tidak sehat ) adalah persaingan antara pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha’. Tindakan NK yang menciptakan proses tender palsu tentu bukan merupakan persaingan yang sehat.

3.            Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Kelima hal ini sering terjadi di dunia politik dan ekonomi dunia. Untuk menyenangkan partner bisnis, diberikan hiburan, harta benda dan uang. Dalam kasus ini, NK menggunakan koneksi, kongkalikong dan kolusi untuk melaksanakan rencananya.

4.            Mampu menyatakan yang benar itu benar
Setap orang tahu, yang benar harus diikuti dan yang salah harus dihindari. Pihak AI dan pejabat I yang terkait seharusnya memiliki kesadaran bahwa yang dilakukan mereka salah. Terlebih lagi, perbuatan public figure akan memberikan contoh buruk dan kekecewaan bagi masyarakat

5.            Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
Siapa yang menabur angin, akan menuai badai. Artinya dia yang berbuat, dia pula yang terkena akibat. Sama halnya dengan pihak yang member dan menerima uang ini menerima hukuman sesuai aturan yang berlaku dari perbuatan yang mereka lakukan. Setiap warga negara tidak bisa lepas dari konsekuensi dari apa yang mereka perbuat.

6.            Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan
Sudah ada peraturan korupsi untuk pejabat asing yang mencantumkan aturan mengenai kolusi seperti yang telah ditulis oleh CFPOA pada Pasal 3 ayat 1 dari Undang-Undang kriminalisasi menyebutkan bahwa tindakan yang "... langsung atau tidak langsung memberikan, menawarkan atau menyetujui untuk memberikan atau menawarkan ... keuntungan atau manfaat apapun". Oleh karena itu, pejabat dan kementrian berkewajiban untuk menolak pemberian, hadiah yang ditawarkan.

Kesimpulan:
Setiap pelaku bisnis hendaklah memiliki kesadaran untuk mengikuti aturan yang berlaku dan pengetahuan yang kompeten sebelum terjun ke dunia bisnis. Pelaku bisnis juga harus selalu up to date pada perkembangan dunia untuk memaksimalkan kesempatan yang dimilikinya daripada memakai jalan curang untuk meraih kesempatan tersebut.

Sumber:
http://www.canadianfraudlaw.com/2014/05/first-jail-sentence-in-canada-for-foreign-corrupt-practices-recognition-of-the-seriousness-of-a-conspiracy-to-bribe/



Rabu, 05 November 2014

Berniat untung berujung penjara

Mantan Direktur Utama PT KA, "R" ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi investasi PT KA di PT OKCM sebesar Rp 100 miliar pada tanggal 15 Desember 2009.
"Saat itu dirinya sebagai direktur utama yang menandatangani kontrak investasi. Tetapi dalam anggaran dasar anggaran rumah tangga (AD/ART) tidak diatur soal investasi. Yang menjadi materi pertanyaan penyidikan ialah kenapa dia tetap tandatangan kontrak investasi dengan PT OKCM, sedangkan di AD/ART tak ada perihal investasi," jelas Kasattipikor Polda Jabar dalam hal menetapkan "R" sebagai tersangka 15 Desember 2009 .

Kasus ini bermula saat "R" dan "K" melakukan kerja sama investasi dengan PT OKCM senilai Rp100 miliar.

Dalam perjanjiannya, PT OKCM berjanji akan memberikan keuntungan 11% kepada PT KA sebanyak enam periode, yaitu hingga Desember 2008. Pada akhir perjanjian, PT OKCM harus mengembalikan dana pokok sebesar Rp100 miliar. Namun PT OKCM ternyata tidak bisa mengembalikan uang tersebut sehingga  merugikan negara. Hal itu dianggap Kejaksaan Tinggi Jawa Barat sebagai tindak pidana korupsi.


Pada tanggal 8 November 2012, "R" divonis 2 tahun penjara serta denda Rp.50 juta karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi yang diatur dalam Pasal 3 Undang-undang No 31/1999 tentang Tipikor jo. Pasal 18 jo. Pasal 55 KUH.
           



Analisis:

Tindakan yang dilakukan"R" sungguh merugikan negara. Bagaimana tidak?

Aset negara hilang sebesar Rp 100 miliar. Dalam hal ini, “R” telah melanggar etika dan beberapa norma.
Etika:  
Menurut Maryani & Ludigdo (2001) “Etika adalah Seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau profesi”. Tindakan “R” yang tidak bisa mengembalikan uang investasi sehingga ditetapkan mengkorupsi uang tersebut, merupakan pelanggaran etika yang mengatur masyarakat. Adapun pelanggaran etika itu meliputi beberapa norma.

Norma hukum :
“R” yang melakukan tindakan korupsi dianggap bersalah sebagaimana diatur dalam  pasal 2 ayat 1 UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, disebutkan bahwa: “setiap orang baik pejabat pemerintah maupun swasta yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Norma agama :
Tindakan korupsi dari sudut pandang apapun tidak bisa dibenarkan. Dari pandangan agama islam, Allah swt melarang hambanya memakan harta atau hak orang lain secara tidak sah, baik itu melalui pencurian, rampok, pemerasan, pemaksaan, dan bentuk-bentuk lainnya. Seperti yang dinyatakan Abu Dawud dalam sebuah hadits yang berasal dari ‘Addiy bin ‘Umairah al-Kindy sebagai berikut, “Hai kaum muslim, siapa saja di antara kalian yang melakukan pekerjaan untuk kami (menjadi pejabat/pegawai negara), kemudian ia menyembunyikan sesuatu terhadap kami walaupun sekecil jarum, berarti ia telah berbuat curang. Lalu, kecurangannya itu akan ia bawa pada hari kiamat nanti. Siapa yang kami beri tugas hendaknya ia menyampaikan hasilnya, sedikit atau banyak. Apa yang diberikan kepadanya dari hasil itu hendaknya ia terima, dan apa yang tidak diberikan janganlah diambil.” (HR Muslim, an-Nasai, dan Imam Malik dalam al-Muwwatha).
Norma moral:
Menurut Lickona ada dalam educating for character (1992), ada konsep moral yang mencakup kesadaran moral, pengetahuan nilai moral, pandangan ke depan, penalaran moral, pengambilan keputusan, dan pengetahuan diri. “R” tentu memiliki pandangan ke depan dalam meningkatkan keuntungan PT KA, namun kurang memahami kesadaran dan peanalaran bahwa keputusan yang diambilnya salah. Selain itu, “R” seharusnya memiliki dasar pengetahuan yang cukup kompeten sebelum mengambil langkahnya itu.
Norma sopan santun:
Dari pergaulan sehari-hari dalam masyarakat, timbul norma sopan santun yang menuntun kita kebiasaan dan kepantasan dalam masyarakat. Pejabat negara yang melanggar sumpah dengan melakukan tindakan korupsi, tentu saja  dianggap tidak pantas dan merusak kepercayaan masyarakat.
Kesimpulan:
Ada aturan dalam masyarakat, baik itu tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur dan membatasi perilaku masyarakat. Dalam dunia bisnis dan ekonomi, aturan-aturan ini harus diperhatikan karena situasi dan aturan  hukum  ekonomi cenderung berubah. Kurangnya kesadaran dan pengetahuan dalam dunia bisnis dan ekonomi bukanlah suatu alasan untuk lepas dari tanggung jawab yang diambil seseorang.
Sumber :
http://news.detik.com/read/2009/12/15/191603/1260706/486/1/mantan-dirut-pt-ka-ronny-wahyudi-jadi-tersangka
http://www.pikiran-rakyat.com/node/210487