Rabu, 05 November 2014

Berniat untung berujung penjara

Mantan Direktur Utama PT KA, "R" ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi investasi PT KA di PT OKCM sebesar Rp 100 miliar pada tanggal 15 Desember 2009.
"Saat itu dirinya sebagai direktur utama yang menandatangani kontrak investasi. Tetapi dalam anggaran dasar anggaran rumah tangga (AD/ART) tidak diatur soal investasi. Yang menjadi materi pertanyaan penyidikan ialah kenapa dia tetap tandatangan kontrak investasi dengan PT OKCM, sedangkan di AD/ART tak ada perihal investasi," jelas Kasattipikor Polda Jabar dalam hal menetapkan "R" sebagai tersangka 15 Desember 2009 .

Kasus ini bermula saat "R" dan "K" melakukan kerja sama investasi dengan PT OKCM senilai Rp100 miliar.

Dalam perjanjiannya, PT OKCM berjanji akan memberikan keuntungan 11% kepada PT KA sebanyak enam periode, yaitu hingga Desember 2008. Pada akhir perjanjian, PT OKCM harus mengembalikan dana pokok sebesar Rp100 miliar. Namun PT OKCM ternyata tidak bisa mengembalikan uang tersebut sehingga  merugikan negara. Hal itu dianggap Kejaksaan Tinggi Jawa Barat sebagai tindak pidana korupsi.


Pada tanggal 8 November 2012, "R" divonis 2 tahun penjara serta denda Rp.50 juta karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi yang diatur dalam Pasal 3 Undang-undang No 31/1999 tentang Tipikor jo. Pasal 18 jo. Pasal 55 KUH.
           



Analisis:

Tindakan yang dilakukan"R" sungguh merugikan negara. Bagaimana tidak?

Aset negara hilang sebesar Rp 100 miliar. Dalam hal ini, “R” telah melanggar etika dan beberapa norma.
Etika:  
Menurut Maryani & Ludigdo (2001) “Etika adalah Seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau profesi”. Tindakan “R” yang tidak bisa mengembalikan uang investasi sehingga ditetapkan mengkorupsi uang tersebut, merupakan pelanggaran etika yang mengatur masyarakat. Adapun pelanggaran etika itu meliputi beberapa norma.

Norma hukum :
“R” yang melakukan tindakan korupsi dianggap bersalah sebagaimana diatur dalam  pasal 2 ayat 1 UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, disebutkan bahwa: “setiap orang baik pejabat pemerintah maupun swasta yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Norma agama :
Tindakan korupsi dari sudut pandang apapun tidak bisa dibenarkan. Dari pandangan agama islam, Allah swt melarang hambanya memakan harta atau hak orang lain secara tidak sah, baik itu melalui pencurian, rampok, pemerasan, pemaksaan, dan bentuk-bentuk lainnya. Seperti yang dinyatakan Abu Dawud dalam sebuah hadits yang berasal dari ‘Addiy bin ‘Umairah al-Kindy sebagai berikut, “Hai kaum muslim, siapa saja di antara kalian yang melakukan pekerjaan untuk kami (menjadi pejabat/pegawai negara), kemudian ia menyembunyikan sesuatu terhadap kami walaupun sekecil jarum, berarti ia telah berbuat curang. Lalu, kecurangannya itu akan ia bawa pada hari kiamat nanti. Siapa yang kami beri tugas hendaknya ia menyampaikan hasilnya, sedikit atau banyak. Apa yang diberikan kepadanya dari hasil itu hendaknya ia terima, dan apa yang tidak diberikan janganlah diambil.” (HR Muslim, an-Nasai, dan Imam Malik dalam al-Muwwatha).
Norma moral:
Menurut Lickona ada dalam educating for character (1992), ada konsep moral yang mencakup kesadaran moral, pengetahuan nilai moral, pandangan ke depan, penalaran moral, pengambilan keputusan, dan pengetahuan diri. “R” tentu memiliki pandangan ke depan dalam meningkatkan keuntungan PT KA, namun kurang memahami kesadaran dan peanalaran bahwa keputusan yang diambilnya salah. Selain itu, “R” seharusnya memiliki dasar pengetahuan yang cukup kompeten sebelum mengambil langkahnya itu.
Norma sopan santun:
Dari pergaulan sehari-hari dalam masyarakat, timbul norma sopan santun yang menuntun kita kebiasaan dan kepantasan dalam masyarakat. Pejabat negara yang melanggar sumpah dengan melakukan tindakan korupsi, tentu saja  dianggap tidak pantas dan merusak kepercayaan masyarakat.
Kesimpulan:
Ada aturan dalam masyarakat, baik itu tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur dan membatasi perilaku masyarakat. Dalam dunia bisnis dan ekonomi, aturan-aturan ini harus diperhatikan karena situasi dan aturan  hukum  ekonomi cenderung berubah. Kurangnya kesadaran dan pengetahuan dalam dunia bisnis dan ekonomi bukanlah suatu alasan untuk lepas dari tanggung jawab yang diambil seseorang.
Sumber :
http://news.detik.com/read/2009/12/15/191603/1260706/486/1/mantan-dirut-pt-ka-ronny-wahyudi-jadi-tersangka
http://www.pikiran-rakyat.com/node/210487


Tidak ada komentar:

Posting Komentar