Rabu, 03 Desember 2014

Laba Khayalan Perusahaan Besar (Lanjutan)

Price Waterhouse Coopers India (PwC) sebagai akuntan publik memiliki kode etik akuntan publik. Diantaranya adalah sebagai berikut:

  • Independensi
    Dalam SA Seksi 220, pada paragraph 02, independensi adalah auditor mempertahankan sikap yang tidak memihak dalam melaksanakan perkerjaannya. Menurut Mulyadi, Independensi auditor dibagi menjadi dua macam yaitu: Independensi dalam fakta dan independensi penampilan. Independensi dalam fakta merupakan independensi dalam diri auditor, dimana kemampuan auditor untuk bersikap bebas, jujur dan objektif dalam diri akuntan dalam merumuskan dan menyatakan pendapat. Namun dalam kenyataannya, PwC mengacuhkan bukti-bukti penggelembungan dana. Misalnya dalam saldo kas dan bank itu fiktif sebanyak Rs 50,40 miliar dibandingkan dengan Rs 53,61 miliar yang ditunjukkan dalam pembukuan. Independensi penampilan merupakan independensi yang dipandang dari pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan yang diaudit dan pihak tersebut mengetahui hubungan antara auditor dan kliennya. PwC India praktis telah melanggar independensi penampilan karena PwC memiliki hubungan istimewa dengan Satyam, yakni kemitraan strategis hingga akhir tahun 2009 meski aturan internasional U.S  Securities and Exchange Comission dan standar audit India melarang kemitraan semacam itu.
  • Integritas dan Objektivitas Akuntan
    Integritas mengharuskan seorang auditor untuk bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa, pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima kecurangan atau peniadaan prinsip (Mulyadi). Tetapi dari dokumen sec yang memeriksa kasus ini, terdapat bukti bahwa PwC melanggar integritas, seperti PwC yang meskipun mengetahui sistem pengendalian internal Satyam yang lemah, tetapi tidak melakukan tindakan untuk melaporkan hasil temuannya itu. 
  • Objektivitas mengharuskan akuntan publik bebas dari benturan kepentingan dan tidak boleh membiarkan faktor salah saji material yang diketahuinya dan mengalihkan pertimbangan kepada pihak lain. PwC jelas melanggar benturan kepentingan karena tidak memperhatikan independensi penampilan dengan memiliki hubungan kemitraan strategis dengan Satyam.
  • Standar Umum
    Ada beberapa standar yang harus dipatuhi akuntan publik, yakni kompetensi professional, kecermatan dan keseksamaan professional, perencanaan dan supervisi, dan data relevan yang memadai. PwC juga melanggar standar umum akuntan publik. Dari hasil bukti kasus Satyam , diketahui bahwa Pwc tidak memperhatikan kompetensi, kecermatan dan keseksamaan professional dengan tidak memeriksa secara keseluruhan sejumlah invoce dalam transaksi Satyam. PwC juga melanggar standar perencanaan dan supervisi karena tidak melakukan dengan benar pemeriksaan dari awal perikatan audit hingga akhir perikatan audit.
  • Kepatuhan Terhadap Standar
    PwC melanggar aturan Indian Audit and Accounts Service (IAAS), yaitu basic postulate dimana akuntan publik harus mengkuti standar akunting yang berlaku dan melaporkan hasil temuannya terhadap laporan keuangan. Sedangkan PwC justru menutupi laporan pemeriksaan audit tersebut.
  • Prinsip-Prinsip Akuntansi
    Prinsip akuntansi mengharuskan akuntan publik untuk memeriksa dan menemukan kejanggalan dalam laporan keuangan penerima jasa. Dalam perikatan umum, auditor melaksanakan auditnya atas dasar pengujian, bukan atas -dasar pemeriksaan terhadap seluruh bukti. Namun auditor internal Satyam tidak melakukan pengujan, meneliti atas verifikasi setiap transaksi mulai dari awal terjadinya transaksi setiap tahun hingga berakhirnya tahun laporan. Selain itu, auditor juga tidak memverifikasiksan cash and bank balance.
  • Fee Profesional
    Besarnya fee anggota bervarasi tergantung risiko penugasan, komplesitas jasa yang diberikan, tingkat keahlian, biaya yang bersangkutan dan hal-hal lannya. Tetapi ada kejanggalan dalam audit fee PwC yang dibayarkan oleh Satyam. Dari hasil perbandingan audit fee yang sama-sama menggunakan jasa PwC, yaitu Satyam, Wipro dan Infosys didapat bahwa pendapatan PwC 2007 sebagai berikut. Satyam: Wipro: Infosys = 0,059% : 0,006% : 0,004%.  Sedangkan pendapatan PwC tahun 2008 adalah Satyam: Wipro: Infosys = 0,046% : 0,006% : 0,005%. Bisa dilihat bahwa fee yang dibayarkan oleh Satyam tidak wajar dan berkali-kali lipat disbanding pesaing Satyam.
  • Tanggung Jawab Kepada Rekan Seprofesi.
    Kasus penggelembungan dana ini melibatkan CEO Satyam saat itu, auditor internal R dan 2 anggota dari PwC, yaitu ST dan SG. Tindakan yang dilakukan ST dan SG ini mencoreng nama PwC, bukan hanya PwC India namun juga pusat PwC. Media Financial Chronicle misalnya menduga bahwa PwC tidak hanya melakukan kesalahan dalam kasus Satyam ini, tetapi juga melakukan persekongkolan dalam pemalsuan(fraud) dengan perusahaan lain.
  • Perbuatan dan Perkataan yang mendiskreditkan
    Anggota tidak diperkenankan melakukan tindakan dan/atau mengucapkan perkataan yang mencemarkan profesi. Meski hanya 2 anggota PwC India yang melanggar kode etik akuntan publik, kredibilitas PwC dan pemerintahan India secara global dipertanyakan. Sebuah situs ternama, Accountancyweb.co.uk misalnya, mengungkapkan anehnya pemerintah India dan Amerika yang tidak menyadari bahwa benturan kepentingan telah terjadi.
Pengertian GCG menurut Bank Dunia (World Bank) adalah kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. Satyam juga melakukan pelanggaran prinsip GCG:

  • Transparansi (transparency) adalah keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan mengemukakan informasi materil yang relevan mengenai perusahaan. R tidak terbuka dalam mengemukakan informasi materil perusahaan. Hal ini bisa dilihat dari tindakan R yang memalsukan saldo sebesar Rs 50,40 miliar, piutang bunga palsu sebesar Rs 3,76 miliar dan utang yang tidak dinyatakan sebesar Rs 12,3 miliar.

  • Pengungkapan (disclosure) adalah penyajian informasi kepada stakeholders, baik diminta maupun tidak diminta, mengenai hal-hal yang berkenaan dengan kinerja operasional, keuangan, dan resiko usaha perusahaan. R juga menyajikan informasi palsu dengan bukti seperti poin diatas.

  •  Kemandirian (independence) adalah suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. PwC India tidak seharusnya menjad auditor eksternal Satyam karena keduanya memiliki benturan kepentingan berupa kemitraan strategis dalam bentuk jasa IT. 

  • Akuntabilitas (accountability) adalah kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban manajemen perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif dan ekonomis. Aksi CEO Satyam, R tentu kebalikan dari prinsip akuntabilitas. R melebih-lebihkan dana sebesar Rs 53,61 miliar. Tindakan tidak benar itu diketahui sistem pengendalian internal Satyam yang hanya mengabaikan R dan justru mengindahkan faktur-faktur palsu dalam transaksi Satyam. Pelaksanaan tugas masing-masing pihak menjadi tidak jelas.

  • Pertanggungjawaban (responsibility) adalah kesesuaian dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Jika dilihat dari standar aturan Indonesia, ada pelanggaran yang dilakukan Auditor Satyam dan PwC. Misalnya dalam Pasal 55 khususnya ayat (b) dan Pasal 56 Undang-Undang Nomor 5 tentang Akuntan Publik yang dijadikan sebagai subjek uji materiil Pemohon dinyatakan bahwa akuntan publik yang dengan sengaja melakukan manipulasi, memalsukan, dan/atau menghilangkan data atau catatan pada kertas kerja, atau tidak membuat kertas kerja yang berkaitan dengan jasa yang diberikan. Dalam hal ini, auditor satyam dan PwC bersalah karena tidak melakukan pengujian dan verifikasi dari awal terjadinya transaksi hingga pelaporan tiap tahun juga mengabaikan bukti-bukti berupa invoice palsu dalam transaksi.  R juga melanggar Pasal 56 dinyatakan bahwa pihak terasosiasi yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda … dan pidana denda paling banyak 300 juta rupiah.

Peranan etika bisnis dalam penerapan GCG:

  • Code of corporate and business conduct
    Kode Etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code of Corporate and Business Conduct) menuntut karyawan & pimpinan perusahaan untuk melakukan praktek-praktek etik bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang dilaksanakan atas nama perusahaan. R ingin memperbesar perusahaan IT yang dimilikinya dengan menarik investor asing. Namun cara yang ditempuhnya melanggar hukum, diantaranya memalsukan laporan keuangan agar terlihat menarik bagi investor seperti menyatakan piutang sebesar Rs 26,51 miliar yang seharusnya sebesar Rs 4,90 miliar.
  • Nilai etika perusahaan
    Kepatuhan pada Kode Etik ini merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan dan memajukan reputasi perusahaan sebagai karyawan & pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab, dimana pada akhirnya akan memaksimalkan nilai pemegang saham (shareholder value). Beberapa contoh pelaksanaan kode etik yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan, antara lain masalah informasi rahasia, benturan kepentingan (conflict of interest) dan sanksi.
    • Informasi rahasia
      Beberapa kode etik yang perlu dilakukan oleh karyawan yaitu harus selalu melindungi informasi rahasia perusahaan dan termasuk Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) serta harus memberi respek terhadap hak yang sama dari pihak lain. Namun Auditor internal Satyam tidak seharusnya bersekongkol dengan R dalam menyimpan bukti-bukti berupa invoce palsu dan mengkhianati karyawan-karyawan Satyam.
    • Conflict of interest
      Seluruh karyawan & pimpinan perusahaan harus dapat menjaga kondisi yang bebas dari suatu benturan kepentingan (conflict of interest) dengan perusahaan.
      Dari delapan hal yang termasuk situasi bauran kepentingan, ada satu hal yang dilanggar Satyam. Satyam tidak seharusnya memakai jasa PwC sebagai auditor eksternal karena kedua pihak memiliki kemitraan strategis dimana Satyam memberikan jasa IT. Hal ini dilarang U.S  Securities and Exchange Comission dan standar audit India, IAAI.
    • Sanksi
      Setiap karyawan & pimpinan perusahaan yang melanggar ketentuan dalam Kode Etik tersebut perlu dikenakan sanksi yang tegas sesuai dengan ketentuan / peraturan yang berlaku di perusahaan, misalnya tindakan disipliner termasuk sanksi pemecatan (Pemutusan Hubungan Kerja). Sebagai konsekuensi dari tindakan fraud, R tidak lagi menjadi CEO Satyam pada 7 Januari2009 dan mendekam di penjara.



Kasus Satyam ini terjadi karena adanya kecurangan dalam penyajian laporan keuangan. Menurut Ferdian dan Na’im, tindakan yang termasuk kecurangan dalam laporan keuangan adalah sebagai berikut:

  • Manipulasi, pemalsuan, atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya yang menjadi sumber data bagi penyajian laporan keuangan. 
  • Representasi yang dalam atau penghilangan dari laporan keuangan, peristiwa, transaksi, atau informasi signifikan.
  • Salah penerapan secara sengaja prinsip akuntansi yang berkaitan dengan  jumlah, klasifikasi, cara penyajian atau pengungkapan.

Dalam kasus Satyam ini terdapat beberapa kecurangan yang dilakukan, seperti diantaranya:

  • Benturan kepentingan antara Satyam dengan PwC selaku auditor eksternal seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
  • Billing schemes yang terbukti dari 6603 invoice palsu.
  • Check tampering seperti pemalsuan-pemalsuan cek tentang penjualan yang meningkat dan dicatat di akun cash and bank yang tidak pernah dikonfirmasi dan diverifikasi oleh auditor.
  • Fraudulent statement dalam menyajikan laporan keuangan, contohnya menyajikan pendapatan yang lebih tinggi dibanding seharusnya, memalsukan saldo sebesar Rs 50,40 miliar, piutang bunga palsu sebesar Rs 3,76 miliar dan utang yang tidak dinyatakan sebesar Rs 12,3 miliar.


Dalam fraud triangle, ada tiga alasan melakukan kecurangan dalam laporan keuangan, yaitu pressure, opportunity dan rationalization. 

  • Pressure adalah dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan kecurangan. Umumnya yang mendorong terjadinya kecurangan adalah masalah finansial dan keserakahan. Dalam kasus ini, R mengakui tindakan ini dilakukannya untuk memperbesar usahanya secara global. Hal ini bisa digolongkan sebagai keserakahan akan bonus, penghargaan, kekuasaan dan lain-lain.
  • Opportunity adalah peluang yang memungkinkan kecurangan itu terjadi. Sistem pengendalian internal Satyam yang lemah dan penyalahgunaan wewenang menjadi penyebab. Auditor internal telah bekerja sama dengan CEO dengan tidak melakukan pengujian, meneliti atas verifikasi setiap transaksi seperti yang telah dijelaskan. Sementara CEO memanfaatkan kesempatan atas dukungan dari auditor internal untuk melakukan kecurangan.
  • Rationalization menjadi elemen penting terjadinya fraud, dimana pelaku mencari pembenaran atas tindakannya. Mencari pembenaran sebenarnya merupakan bagian yang harus ada dalam kejahatan itu sendiri, bahkan memotivasi untuk melakukan kejahatan. Dalam kasus Satyam ini, tindakan yang dilakukannya untuk memperbesar usaha dengan tujuan untuk membahagiakan keluarganya.


 Ada dua tanggung jawab akuntan publik, yaitu statement auditing standards dan standar professional akuntan publik.

Ada beberapa Statements on Auditing Standards (SAS)  yang dikeluarkan oleh Auditing Standards Board (ASB) di Amerika Serikat:
SAS No. 53 mengatur tanggung jawab auditor untuk mendeteksi dan melaporkan adanya  kesalahan (error) dan ketidakberesan (irregularities). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, baik auditor internal dan eksternal Satyam sama sama melakukan pengujian, meneliti atas verifikasi setiap transaksi dari awal hingga akhir pelaporan tahun.
SAS No. 61 mengatur tentang komunikasi antara auditor dengan komite audit perusahaan (Communication with Audit Committees). Auditor harus mengkomunikasikan dengan komite audit atas beberapa temuan audit yang penting, misalnya kebijakan akuntansi (accounting policy) perusahaan yang signifikan,  judgments, estimasi akuntansi (accounting estimates), dan ketidaksepakatan manajemen dengan auditor. Namun auditor internal justru tidak memberikan hasil penemuannya kepada komite audit. Malah bukti-bukti itu diabaikan oleh ketua tim audit.

Dalam standar professional akuntan publik, ada tiga tanggung jawab akuntan publik dalam melaksanakan pekerjaannya, yaitu:

  • Tanggung jawab moral
    Auditor internal dan eksternal Satyam tidak memberikan informasi mengenai laporan keuangan yang sebenarnya. Keduanya tidak objektif dan lebih mendahulukan kepentingan R sebagai CEO Satyam saat itu. Auditor eksternal juga tdak seharusnya menerima bayaran berkali-kali lpat jauh diatas pesaing Satyam seperti yang telah ditulis diatas.
  • Tanggung jawab professional
    Auditor internal dan eksternal Satyam tidak melaksanakan tugasnya dengan benar. Kedua pihak auditor melanggar pasal 55 khususnya ayat (b) dan Pasal 56 Undang-Undang Nomor 5 tentang Akuntan Publik yang dijadikan sebagai subjek uji materiil Pemohon dinyatakan bahwa akuntan publik yang dengan sengaja melakukan manipulasi, memalsukan, dan/atau menghilangkan data atau catatan pada kertas kerja, atau tidak membuat kertas kerja yang berkaitan dengan jasa yang diberikan.
  • Tanggung jawab hukum
    Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)  dalam Standar Auditing Seksi 110, mengatur tentang “Tanggung Jawab dan Fungsi Auditor Independen”. Pada  paragraf 2, standar tersebut antara lain dinyatakan bahwa auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan. Auditor eksternal jelas-jelas mengetahui bahwa laporan keuangan tersebut bukan salah saji material, melainkan melibatkan kecurangan. Namun bertingkah seolah-olah laporan keuangan tersebut wajar. 


Untuk mengetahui adanya fraud, biasanya ditunjukkan oleh timbulnya gejala-gejala (symptoms) berupa fraud symptoms seperti red flag (fraud indicators). Berikut 15 gejala fraud symptoms:

  • Keserakahan CEO yang tidak terpuaskan.
  • CFO yang lemah.
  • Dewan komisaris atau direksi yang tidak berhasil melaksanakan pikiran dan keputusannya.
  • Strategi pengembangan perusahaan berdasarkan angka keuangan tertentu.
  • Kurang perhatan pada budaya organisasi perusahaan.
  • Kawasan distribusi yang begitu luas sehingga tidak tertangani.
  • Fungsi SDM yang tidak efektif.
  • Kebobolan dalam pengendalian internal.
  • Fungsi audit internal yang tidak efektif
  • Informasi yang tidak handal.
  • Fungsi manajemen risiko kecurangan yang menyimpang.
  • Kompromi tidak etis oleh auditor eksternal.
  • Kemitraan yang tidak sehat dengan perbankan.
  • Manipulasi pasar modal dengan mengutak-atik informasi untuk menaikkan harga saham.
  • Masyarakat yang sarat korupsi.


Sumber :
www.saiindia.gov.in/english/index.html
www.sec.gov/litigation/complaints/2011/comp21915.pdf